Dari Waqid bin Muhammad, aku mendengar Ayahku mengatakan;
'Abdullah mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
ketika haji wada'; "ketahuilah, bulan apa yang kalian ketahui yang paling
mulia?" Para sahabat menjawab; 'bulan kita ini, ' Nabi bertanya:
"ketahuilah, negeri mana yang kalian ketahui paling mulia?" Para sahabat
menjawab; 'negeri kita ini.' Nabi bertanya; "ketahuilah, hari apa yang
kalian ketahui paling mulia?" Para sahabat menjawab; 'Hari kita ini.' Nabi
melanjutkan; "Sesungguhnya Allah tabaaraka wata'ala telah mengharamkan
atas kalian darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan
kalian, kecuali dengan haknya, sebagaimana kehormatan hari kalian ini, negeri
kalian ini, dan bulan kalian ini, bukankah telah kusampaikan?" (Nabi
mengulangi pertanyaannya tiga kali). Semua pertanyaannya, di jawab oleh para
sahabat dengan; 'Benar.' kemudian Nabi meneruskan: "celakalah kalian
-atau- binasalah kalian, jangan sampai kalian sepeninggalku kembali menjadi
kafir, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain."
Hari itu, menurut catatan para ahli sejarah terjadi pada
tanggal 9 dzulhijjah tahun 11 H yang menurut istilah M. Natsir telah terjadi timbang
terima antara Rasul sebagai shahibur risalah dengan para sahabat
sebagai penerus estafeta perjuangan da’wah.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sebagai
manusia terakhir yang diperntahkan langsung oleh Allah SWT. untuk menyampaikan
risalah da’wah firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ …
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…(Al-Maidah : 67).
Rasulullah tiga kali berulang-ulang menyatakan, “bukankah telah kusampaikan? di jawab oleh para sahabat
dengan; 'Benar.'
Sebagaimana dalam ayat di atas, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengemban amanat risalah da’wah, dan telah ia laksanakan
tugas berat tersebut. Kemudian dalam beberapa ayat Allah SWT telah
memerintahkan kaum mukminin dan yang menjadi khitob pertama dalam perintah
tersebut adalah para sahabatnya untuk senantiasa berada di atas jalana da’wah.
Jalan da’wah, sebagaimana dikatakan Imam Syahid Hasan
al-Banna, adalah jalan yang satu. Jalan yang
telah ditempuh Rasullullah shollallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya. Dengan tawfiq
Allah SWT kita telah menempuh jalan itu dengan iman dan ‘amal,
mahabbah (kecintaan) dan ikha’ (persaudaraan).
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyeru
sahabatnya kepada iman dan ‘amal. Kemudian hati mereka disatukan
atas dasar mahabbah dan ikha’. Sehingga mereka menjadi satu
jama’ah ideal yang dapat memastikan kemenangan konsep dan da’wahnya, kendati
banyak orang menentangnya.
Syekh Mushthofa
Masyhur menyatakan, Derap jalan da’wah ini telah mengetuk hati kita yang paling
dalam dan memacu denyut jantung kita. Entahlah, apakah ia yang menjadi bagian
dari kita, atau justru kita yang menjadi bagiannya? Sepertinya antara kita dan
da’wah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tetapi yang pasti kehidupan
tidak akan bernilai dan terasa hampa jika kita jauh dari jalan da’wah.
Jika seandainya
kita tidak sampai kepada tujuan perjalanan da’wah ini, maka orang lain pasti
akan meneruskannya. Kita tetap akan mendapat pahala dan keutamaan perjalanan
dan keteguhan yang tak mengenal putus.
Hari-hari, berbagai
peristiwa dan situasi datang silih berganti. Semuanya menerpa kehidupan da’wah
kita.
Tak pelak lagi
hal itu meninggalkan kesan sangat dalam terhadap jiwa dan semakin menambah
kecintaan dan kebanggaan kita kepada da’wah serta kepada orang yang telah
memilih jalan da’wah sebagai jalan hidupnya.
Mu’min dan
mu’minat, para pemuda dan pemudinya, kapan saja, akan tetap berjalan diatas
jalan da’wah. Mereka menempuh perjalanan ini dengan penuh kepatuhan. Ia menjadi
pilihan terbaik mereka, tanpa keterpaksaan sedikit pun. Bahkan mereka yakin
seyakin-yakinnya bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan haq. Jalan
paling benar dalam rangka melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dam mewujudkan
prinsip-prinsipnya dalam kehidupan manusia. Jalan paling lurus dalam rangka
menerapkan syari’at dan menegakkan daulah dan khilafah
Islamiyyah. Ia adalah jalan yang paling tepat untuk menuju keridhaan,
pahala dan karunia Allah SWT.
Bertolak dari
kebenaran jalan da’wah dan para pengasasnya, dari kecintaan dan kebanggaan kita
kepada da’wah dan pembelanya, serta berbagai pengalaman da’wah yang telah kita
geluti, maka risalah ini akan menuyuguhkan beberapa qadhiyyah asasiyyah (issu-issu
da’wah yang bersifat asasi) yang dapat membantu membentengi da’wah dan para
pembelanya dari penyimpangan, kemandegan dan keterpecahbelahan.
Semoga Allah
memberi tawfiq dan pertolongan-Nya kepada kita dan kepada semua pembela
da’wah-Nya.
Beberapa qadhiyyah
dikemukakan oleh Syekh Mushthofa Masyhur di antaranya ialah: pandangan yang
jelas, kesinambungan, kekuatan dan pertumbuhan, orisinalitas, regenerasi yang
mantap, perencanaan dan evaluasi.
Pandangan Yang
Jelas
Pertama kali yang harus dimiliki seorang da’i ialah pandangan yang
jelas terhadap jalan da’wah, mengenal pasti petunjuk-petunjuknya serta seluruh
yang berkaitan dengannya. Ini adalah qadhiyyah paling penting bagi
setiap orang yang berjalan diatas jalan da’wah.
Seorang da’i terlebih dahulu harus menumpukan seluruh perhatiannya
kepada qadhiyyah ini agar ia memiliki kejelasan jalan sejak langkah pertamanya.
Kegunaannya tentu sangat besar, sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Bagi seorang akh yang menyeru orang lain supaya berjalan
diatas jalan da’wah berkewajiban menjelaskan karakter perjalanan, agar ia
memilihnya dengan penuh kesadaran dan kemantapan.
Bagi seseorang yang akan pergi ke satu tempat, wajar kalau ia
terlebih dahulu menanyakan jalan menuju tempat tersebut kepada orang yang
mengetahuinya. Selain ia berusaha keras mengenal karakter jalan dan segala yang
berkaitan dengannya. Tujuannya tidak lain untuk menghindari ketersesatan dan
membuang tenaga dengan sia-sia, tanpa hasil.
Apalagi bagi orang yang hendak berjalan diatas jalan da’wah. Ia
harus konsisten dengan jalan yang dapat mengantar ketujuan luhurnya. Ia harus
meminta petunjuk dan penjelasan kepada orang yang terpercaya kejujurannya dan
diyakini sangat mengenal karakter jalan da’wah. Agar ia tidak menyimpang dan
tidak gentar terhadap kenyataan yang dihadapi yang diluar perhitungan dan
pengetahuannya.
Mengapa hal itu sangat diperlukan? Sebab ketiadaan pengetahuan yang
jelas terhadap karakter perjalanan tidak jarang menyebabkan seseorang jadi ragu
dan sangsi terhadap keselamatan perjalanannya. Bahkan sering menyebabkan
seseorang dilanda kegoncangan yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan dan
takut meneruskan perjalanannya.
Sedangkan orang yang sebelumnya telah mengenal baik karakter
perjalanan, tahapan dan segala Sesuatu yang akan dihadapinya seperti rintangan,
hambatan dan semacamnya akan menambah keteguhan dan kepercayaan ketika ia
benar-benar menghadapinya. Karena ia merasa dirinya berada dijalan yang benar
sesuai dengan petunjuk yang diketahuinya.
Karena itu hendaknya ghayah (tujuan) yang akan dicapai harus
jelas sejelas-jelasnya, tanpa ada yang tersembunyi sedikitpun. Kejelasan tujuan
ini merupakan dasar qadhiyyah dari orbit keberhasilan dan kemenangan. Allah
SWT adalah tujuan kita. Dengan berjalanan diatas jalan keni’matan dan
keselamatan dari api neraka, dalam menyambut seruan Allah SWT:
10. Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? 11. (yaitu) kamu beriman kepada
Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah
yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 12. Niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah
keberuntungan yang besar. (QS. As Shaff: 10-12).
Siapa yang menginginkan keuntungan duniawi, kedudukan atau pangkat,
tempuhlah jalan selain jalan da’wah. Jalan da’wah hanya menghendaki orang yang
berani menempuh perjalanan, bersedia mengerahkan tenaga, bersiap mengorbankan
jiwa, harta dan segala yang dimilikinya berupa waktu, tenaga, kesehatan, ilmu
dan lain-lainnya semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Demikian, mudah-mudahan kita tidak tergelincir dari jalan yang
benar, Aamien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar