Oleh: Deni
Solehudin
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ
يَمِينِ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
Terjemah
Dari Abdullah ibn Amr ibn Ash dari Nabi
saw. : Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil menurut pandangan Allah, akan
di tempatkan di atas mimbar dari cahaya sisi kanan Tuhan Yang Maha Pengasih.
Mereka itulah orang-orang berlaku adil dalam keputusannya, di keluarganya, dan
pada apa-apa yang mereka pimpin (mereka tidak bergeser dari keadilannya).
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam “Bab Keutamaan pemimpin yang adil,
ancaman bagi pemimpin yang lalim, perintah berlaku lembut terhadap rakyat serta
larangan menyusahkan mereka” hadits no. 4825. Imam An Nasa’i dalam “Kitab Keputusan bab Keutamaan
Hakim Yang Adil dalam melaksanakan hukum” hadits no. 5379/5885/5886. Terdapat
juga dalam Musnad Ahmad, nomor 6485.
Selain tiga kitab muktabar di atas, hadits ini pun terdapat pula dalam
kumpulan kitab lainnya yaitu di antaranya terdapat dalam kitab “Al Mustadrak
‘ala shahihaien, karya Imam Imam Al Hakim di bawah judul Kitabul Ahkam dengan
nomor hadits 7006, Ibnu Abi Syaibah menempatkan hadits ini di bawah judul
“Kitab Sifat Surga dan Neraka, dengan sub judul hadits-hadits yang berhubungan
dengan sifat surga dan neraka berikut isinya dan apa-apa yang disediakan bagi penghuninya.
Syarah
Hadits
الْمُقْسِطِينَ,
merupakan jama dari muqsith bentuk
subjek dari kata kerja aqsatha yang berarti adil (catatan As Suyuthi dan
As Sindi atas sunan An Nasa’I, juz 7 hal 101). Dalam Kitab “Al Furuqul
Lughawiyyah” perbedaan antara term qisht dan ‘adl, bahwasanya Al
Qisth adalah keadilan yang nampak jelas secara zahir sebagaimana digunakan
untuk timbangan (Mizan) dan takaran (Mikyal) dengan term qisht karena
tergambar keseimbangan dalam timbangan dan takaran tersebut secara kasat mata,
berbeda dengan term ‘adl yang kadang-kadang tersembunyi (Al Furuq,
I:428). ‘Adl adalah apa yang berdiri tegak dalam jiwa bahwasanya dia itu
lurus, kebalikannya adalah Jaur, menyimpang, condong, lalim. Beberapa
definisi dari adil dikemukan oleh Ibn Mandhur dalam kamus Lisan Arabnya di
antaranya :
العَدْل هو الذي لا يَمِيلُ
به الهوى فيَجورَ في الحكم
Adil adalah sesuatu yang hawa nafsu tidak mempengaruhi untuk
menyimpang/lalim dalam suatu keputusan.
العَدْلُ الحُكْم بالحق يقال
هو يَقْضي بالحق
Adil merupakan putusan dengan jalan yang benar atau memutuskan dengan
benar (Lisanul Arab, XI: 430).
Dengan demikian al qisth merupakan adil dalam arti sama, seimbang
secara zahir sedangkan adl berarti sama, seimbang dalam arti bathin.
الذين يعدلون, Sifat yang menerangkan lapal muqsithin
atau sebagai badal, pengganti atau posisinya sebagai awal kalimat,
seakan-akan dikatakan Siapa orang-orang yang mendapatkan tempat yang tinggi,
jawabannya : yaitu orang-orang yang berlaku adil…. (Dalilul Falihin, V:136).
في حكمهم , Dari apa yang mereka terikat padanya baik
berupa pemerintahan, kepemimpinan, atau keputusan.
وأهلهم
Yaitu dalam melaksanakan kewajiban terhadap keluarganya berupa pemenuhan
hak-hak mereka secara adil.
وما ولوا
Kalimat ini ada yang membaca
waluu, difathah wawu dan dommah lam yang berarti apa-apa yang menjadi
wilayah kepemimpinannya. Ada juga
yang membaca dengan memfathahkan wawu dan mensiddah lam, walluu yang
berarti apa-apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Di antara keduanya tidak
terdapat pertentangan, hanya penekanannya yang berbeda, namun mayoritas
pensyarah lebih cenderung memilih yang pertama.
Salah satu basic kekuatan Islam terdapat pada imamah, kepemimpinan.
Hidup berjam’iyyah, berserikat bagi umat Islam merupakan conditio sain
cuo non. Rasul menyatakan, “Islam tidak akan
tegak kecuali berjama’ah, jama’ah tidak ada apa-apanya kecuali ada kepemimpinan,
dan apa gunanya pemimpin kalau tidak ditaati (al hadits). Dengan hidup
berimamah seperti itu, umat Islam tidak pernah kehilangan pimpinan, bahkan
setiap diri wajib siap siaga apabila ia dipinta untuk jadi pimpinan dengan
segala konsekuensinya.
Pemimpin sangat berpengaruh bagi
jalannya roda organisasi yang dia pimpin. Seorang pemimpin rakyat sangat
berpengaruh bagi keadaan nasib orang banyak. Jangankan ucapan, isyaratnya pun dapat
menciptakan kemakmuran atau bahkan penderitaan. Seorang pemimpin kelompok atau
instansi ia bertanggung jawab atas maju mundurnya kelompok tersebut. Karena
tugas beratnya itu pemimpin yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan adil
mendapat anugrah yang luar biasa, yaitu kedudukan dan tempat yang tinggi di
sisi Allah swt., sebaliknya bagi pemimpin yang lalim dia akan mendapat balasan
yang setimpal dengan perbuatannya. Rasulullah saw. mengatakan : “Sesungguhnya
orang yang paling dicintai dan dekat kedudukannya dengan Allah adalah pemimpin
yang adil dan orang yang paling dibenci dan sangat keras siksaannya adalah
pemimpin yang lalim. (HR. Tirmidzi).
Pemimpin yang zalim, tidak hanya
merusak tatanan kehidupan ekonomi masyarakatnya, tetapi lebih jauh dari itu,
yaitu merusak tatanan kehidupan beragama. Rasulullah bersabda :
Yang merusak agama itu ada tiga,
yaitu : ahli fiqh yang durhaka, pemimpin yang lalim, dan mujtahid yang bodoh. (Ahbar Ashbahan, IX:498, no. 1953).
Tanggung jawab dunia akhirat telah
menjadi beban berat yang harus dipikul oleh seorang pemimpin. Halangan dan
rintangan siap menghadang. Godaan dan cobaan siap membujuk rayu mendayu deru.
Betapa berat menjadi seorang pemimpin. Pantaslah bagi orang-orang yang saleh
dan tahu akibat yang akan ditanggungnya, sebagaimana sahabat Abu Bakar dan Umar
malah mengucapkan istirja ketika keduanya terpilih jadi khalifah. Mengapa? Karena konsekuensi logis akan
didapati bagi pengemban amanah ini. Bagi pemimpin yang tidak adil akan mendapat
funishment yang sangat berat, sebaliknya bagi yang berlaku adil dia akan
mendapat reward yang sangat tinggi dan mulia.
Kepemimpinan merupakan amanat dari
Allah swt., tidak semua orang dapat jadi pemimpin. Ini memang amanah dari
Alloh, amanah harus dilaknakan dengan sungguh-sungguh. Pemimpin yang tidak adil
adalah pemimpin yang khianat terhadap kepercayaan dari Allah swt. Rasulullah
saw. bersabda :
Seseorang yang telah diberi amanah oleh Allah untuk mengurus urusan
rakyatnya kemudian ia mati pada hari kematiannya sedangkan dia dalam keadaan
menipu rakyatnya maka Allah haramkan surga baginya. (HR. Muslim).
Pemimpin
yang tidak adil, pasti menyengsarakan rakyat yang dipimpinnya. Oleh sebab
itu, Rasulullah tidak suka terhadap
mereka itu dan beliau mendoakan agar Allah membalas perbuatan mereka. Rasulullah
saw. telah berdo’a :
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ
عَلَيْهِ ....
Ya Allah! Siapa saja orang yang mengurus urusan umatku kemudian ia
menyulitkan mereka, maka berilah kesulitan baginya.
Sesungguhnya setiap
orang bagaikan seorang pengembala yang berkewajiban memimpin dan membimbing
gembalaannya, agar selamat, tidak kurang sesuatu pun. Setiap pribadi tidak
lepas dari pertanggungjawaban atas segala yang dipimpinnya, terutama atas
dirinya sendiri.
Sebagaimana telah di
bahas, bahwasanya pemimpin merupakan penentu apakah organisasinya maju atau
mundur. Lantas, pemimpin yang bagaimana yang baik itu? Dalam hal ini,
Rasulullah saw. telah menyodorkan criteria pemimpin yang baik, yaitu : Sebaik-baik
pemimpin kamu ialah orang yang kamu mencintai mereka dan mereka pun mencintai
kamu, kamu mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kamu…(HR. Muslim).
Doa pemimpin yang saleh akan dikabulkan
oleh Allah swt. Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Tiga orang yang tidak
akan ditolak doanya, yaitu orang yang puasa sehingga ia berbuka, pemimpin
yang adil, dan doa orang yang dizalim. Allah akan mengangkat doa itu ke
atas dan dengan doa itu terbukalah pintu-pintu langit. (Musnad Ishaq ibn
Rahawaih, I: 317, no 300).
Pemimpin yang berhasil mensejahterakan yang dipimpinnya, adalah pemimpin
yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Siang malam ia berdoa untuk kebaikan
negeri dan penghuninya. Doanya terkabul karena ia senantiasa memenuhi
syarat-syarat terkabulnya doa, yaitu diantaranya senantiasa berusaha berlaku
adil yang merupakan perwujudan dari sifat orang yang taqwa.
Begitu luar biasa pemimpin
yang adil ini, sehingga Rasulullah saw. menyatakan bahwa ada tiga golongan yang
tidak boleh tidak dipenuhi hak-haknya yaitu : pemimpin yang adil, pengajar
kebaikan, dan pejuang Islam.
Kita berharap, di
negeri ini muncul pemimpin-pemimpin yang adil, yang senantiasa peduli atas
rakyatnya. Ya Rab, berilah kami pemimpin yang adil, yang dia mencintai kami
dengan sepenuh hatinya….. Amien..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar