Oleh : S. Aminulloh
Hiruk pikuk dan dinamika
kegiatan Pemilu Pemilihan Gubernur dan Bupati/Wali Kota 2018 telah menyita
perhatian masyarakat. Semua berharap pemimpin terpilih merupakan yang terbaik
dari sekian pasangan calon yang ada. Semua juga berharap pemenangnya tidak
melupakan janji-janji yang pernah dikemukakan selama masa kampanye. Di tengah
potret kekuasaan yang buram saat ini ada baiknya pemimpin terpilih merenungkan
beberapa kutipan nasihat dari orang-orang bijak sebagai berikut : Seorang sufi pernah bertandang ke istana Nabi
Sulaiman a.s dengan membawa segenggam nasihat, tepatnya sebuah teguran yang
cukup gamblang : "Kalau kursi yang kau duduki itu kau anggap sebagai
kekuasaan dan bukan sebagai tugas pelayanan kerumahtanggaan bersama, maka
tunggu sa'atnya kau akan dikalahkan oleh si kursi itu. Kalau kursi itu kau
anggap sebagai sebuah keunggulan dan bukan sebagai sebuah tanggungjawab yang
dititipkan kepadamu, maka kepribadianmu akan digerogoti oleh si kursi sampai
keropos. Kalau kursi itu kau anggap sebagai kekuatan dan bukannya sebagai
amanat yang dibebankan kepadamu, maka kelak kau akan ambruk dicampakkan dari
kursi itu. Kursi jangan
dibanga-banggakan, karena ia tak lebih merupakan ancaman terhadap kelemahanmu.
Kursi melahirkan getaran yang bisa merusak syaraf matamu, sehingga semakin
lama, kamu akan semakin tidak fokus dalam melihat setiap permasalahan yang
terjadi. kursi diam-diam melontarkan frekwensi yang bisa meretakkan gendang
telingamu, sehingga kau semakin sukar untuk mendengarkan. Kursi bisa membuatmu
jadi plin-plan dan pelupa. "
Khalifah Ali bin Abi Thalib ra pernah berkirim surat berisi
nasihat kepada gubernur Mesir Malik bin
Harits al Asytar, pada tahun 655M. Nasihat ini berisi prinsip-prinsip dasar
tentang pengelolaan atau manajemen sebuah pemerintahan. Surat yang menurut
Profesor A Korkut Özal dari Turki telah memberi banyak inspirasi bahkan menjadi
bahan acuan bagi banyak pemimpin, melintasi ruang dan waktu. Tercatat, ia mampu
melintasi Eropa di masa Renaissance bahkan Edward Powcock (1604-1691), profesor
di Universitas Oxford, menerjemahkan surat ini ke dalam bahasa Inggris untuk
pertama kalinya dan pada 1639 dan disebarkan melalui serial kuliahnya yang
disebut Rhetoric.
Berikut cuplikan nasehat-nasehat Sayyidina Ali r.a. yang
sangat berharga itu: “Ketahuilah wahai Malik bahwa aku telah mengangkatmu
menjadi seorang Gubernur dari sebuah negeri yang dalam sejarahnya berpengalaman
dengan pemerintahan-pemerintahan yang benar maupun tidak benar. Sesungguhnya
orang-orang akan melihat segala urusanmu, sebagaimana engkau dahulu melihat
urusan para pemimpin sebelummu. Rakyat akan mengawasimu dengan matanya yang
tajam, sebagaimana kamu menyoroti pemerintahan sebelumnya juga dengan pandangan
yang tajam.
Mereka akan bicara tentangmu, sebagaimana kau bicara
tentang mereka. Sesungguhnya rakyat akan berkata yang baik-baik tentang mereka
yang berbuat baik pada mereka. Mereka akan mengenang semua bukti dari tindakan baikmu. Karenanya,
harta karun terbesar akan kau peroleh jika kau dapat menghimpun harta karun
dari perbuatan-perbuatan baikmu. Jagalah keinginan-keinginanmu agar selalu di
bawah kendali dan jauhkan dirimu dari hal-hal yang terlarang. Dengan sikap yang
waspada itu, kau akan mampu membuat keputusan di antara sesuatu yang baik atau
yang tidak baik untuk rakyatmu.
Kembangkanlah sifat kasih dan cintailah rakyatmu dengan
lemah lembut. Jadikanlah itu sebagai sumber kebijakan dan berkah bagi mereka.
Jangan bersikap kasar dan jangan mengambil sesuatu yang menjadi milik dan hak mereka.
Sesungguhnya manusia itu ada dua jenis, yakni orang-orang yang merupakan
saudara seagama denganmu dan orang-orang sepertimu. Mereka adalah
makhluk-makhluk yang lemah, bahkan sering melakukan kesalahan. Bagaimanapun
berikanlah ampun dan maafmu sebagaimana engkau menginginkan ampunan dan maaf
dari-Nya. Sesungguhnya engkau berada di atas mereka dan urusan mereka ada di
pundakmu. Sedangkan Allah berada di atas orang yang mengangkatmu. Allah telah
menyerahkan urusan mereka kepadamu dan menguji dirimu dengan urusan mereka.
Janganlah engkau persiapkan dirimu untuk memerangi
Allah, karena engkau tidak mungkin mampu menolak azab-Nya dan tidak mungkin
dirimu akan meninggalkan ampunan dan rahmat-Nya. Janganlah pernah menyesal atas
ampunan yang kau berikan. Begitu juga janganlah bergembira dengan sebuah hukuman.
Jangan pula tergesa-gesa memutuskan atau melakukan semata karena emosi,
sementara engkau sebenarnya dapat memperoleh jalan keluar. Jangan katakan: ”Aku
ini telah diangkat menjadi pemimpin, maka aku bisa memerintahkan dan harus
ditaati”, karena hal itu akan merusak hatimu sendiri, melemahkan keyakinanmu
pada agama dan menciptakan kekacauan dalam negerimu. Bila kau merasa bahagia
dengan kekuasaan atau malah merasakan semacam gejala rasa bangga dan
ketakaburan, maka pandanglah kekuasaan dan keagungan pemerintahan Allah atas
semesta, yang kamu sama sekali tak mampu kuasai. Hal itu akan meredakan
ambisimu, mengekang kesewenang-wenangan dan mengembalikan pemikiranmu yang
terlalu jauh. Jangan sampai engkau melawan Allah dalam keagungan-Nya dan
menyerupai-Nya dalam keperkasaan-Nya. Sesungguhnya Allah akan merendahkan
setiap orang yang angkuh dan menghinakan setiap orang yang sombong.
Senantiasa belajarlah segala sesuatu hal pada mereka
yang memiliki pengalaman yang matang dan penuh kebijakan. Seringlah bertanya
pada mereka tentang hal-hal kenegaraan sehingga engkau dapat mempertahankan
kebaikan dan perdamaian yang oleh para pendahulumu sudah pernah ditegakkan. Tajamkanlah
matamu pada orang-orang yang sejak dulu atau sekonyong-sekonyong dekat
denganmu, yang akan cenderung menggunakan posisinya untuk mengambil atau
mengorupsi milik dan hak orang lail. Tekanlah sedalam- dalamnya kecenderungan
seperti itu. Buatlah peraturan-peraturan di bawah kendalimu yang tidak memberi
kesempatan sekecil apapun pada kerabatmu. Hal itu akan mencegah mereka
melakukan kekerasan pada hak orang lain dan menghindarkanmu dari kehinaan di
hadapan Allah dan manusia umumnya.”
Sultan Muhammad al Fatih (831M) penakluk Konstatinopel. Ia
adalah laki-laki yang disebut Rasulullah saw sebagai : “Konstatinopel akan
bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki . Maka orang yang memerintah di
sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.”
(HR Ahmad) pernah berwasiat kepada putranya yang akan menggantikan
posisinya : “Tak lama lagi aku akan
menghadap Allah SWT. Namun aku sama sekali tidak merasa menyesal, sebab aku
meninggalkan pengganti seperti kamu. Maka jadilah engkau seorang yang adil,
saleh dan pengasih. Rentangkan perlindunganmu terhadap seluruh rakyatmu tanpa
perbedaan. Bekerjalah kamu untuk menyebarkan agama Islam sebab ini merupakan
kewajiban raja-raja di bumi. Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan lain
apapun. Janganlah kamu lemah dan lengah dalam menegakkan agama. Janganlah kamu
sekali-kali memakai orang-orang yang tidak peduli agama menjadi pembantumu.
Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan
larut dalam kekejian. Hindari bid’ah-bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang
yang menyuruhmu melakukan itu. Lakukan perluasan negeri ini melalui jihad.
Jagalah harta baitul mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan sekali-kali
engkau mengulurkan tanganmu pada harta rakyatmu kecuali itu sesuai dengan
aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang yang lemah dan fakir, dan berikan
penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak. Oleh sebab ulama itu laksana
kekuatan yang harus ada di dalam raga negeri, maka hormatilah mereka. Jika kamu
mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri
ini dan berilah dia harta kekayaan. Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu
dengan harta benda dan jangan pula dengan banyaknya tentara. Jangan sekali-kali
kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istanamu. Janganlah kamu sekali-kali
melakukan satu hal yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan
tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj (pedoman) hidup kita dan dengan agama
kita menang. Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana
semut kecil, lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang demikian besar ini.
Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk
meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya. Janganlah kamu
menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang atau
kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan penyebab
utama kehancuran.” Semoga masih
tersedia telinga dan hati pada Gubernur/Bupati terpilih untuk menerima dan
merenungkan nasihat-nasihat tersebut. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar