Oleh: Tiar Anwar Bachtiar
Hijrah ke Madinah merupakan tonggak dimulainya
era baru dakwah Rasulullah Saw. Banyak kemudahan dan pertolongan Allah Swt.
diberikan kepada Nabi Saw. dan para sahabatnya setelah sebelumnya sangat
tertindas selama 13 tahun menyebarkan ajaran Islam di Mekah. Di antara
pertolongan yang diberikan Allah Swt., di Madinah sudah ada banyak sekali orang
yang siap mengikuti dan bahkan
membela dakwah beliau. Mereka adalah orang-orang asli Madinah yang berasal dari
suku Aus dan Khazraj. Mereka menjamin keamanan dakwah Nabi Saw. apabila datang
ke Madinah. Oleh sebab itu, ketika di Mekah beliau tidak bsa menafaatkan
Masjidil-Haram, maka di Madinah beliau memulai aktivitasnya dengan membangun
masjid.
Masjid yang pertama kali didirikan saat beliau
hijrah ke Madinah bukanlah masjid Nabawi, melainkan Masjid Quba. Sebagian besar
mufassir berpendapat mengenai masjid yang dimaksud di dalam Al-Quran
surat At-Taubah 108 adalah masjid Quba; masjid yang disampingnya dibangun
masjid dhirar oleh orang-orang munafik suruhan Abu Amir gembong munafik
mantan rahib Nashrani setelah penaklukkan kota Thaif selepas Perang Ahzab tahuk
ke-5 H. Masjid ini disebutkan pada ayat ini sebagai masjid yang didirikan di
atas ketakwaan pada Allah Swt. karena pemilik lahannya Kultsum bin Al-Hadam bin
Amr Al-Qais adalah orang yang mau menampung Rasulullah Saw. saat hendak
memasuki kota Madinah. Ia sekaligun memberikan tanahnya untuk di bangun masjid
di atasnya.
Quba adalah satu desa kecil yang berjarah
sekitar 5 km dari pusat kota Madinah. Sambil menunggu kedatangan Ali bin Abi
Thalib saat perjalanan hijrahnya, Rasulullah Saw. singgah dulu di Quba selama
sekitar 4 hari. Beliau ditampung di rumah Kultsum bin Al-Hadam. Di sanalah
kemudian Rasulullah Saw. memerintahkan untuk dibangun mesjid sebagai tempat
shalat beliau dan yang lainnya. Sebagai penghormatan kepada masjid ini,
Rasulullah Saw. menetapkan shalat sunah khusus 2 rakaat kepada siapa saja yang
mengunjungi masjid ini. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi disebutkan pahalanya
sama dengan ibadah umroh. Oleh sebab itu, Masjid Quba merupakan masjid yang
paling diagunmgkan setelah Masjidilharam, Masjid Nabawi, dan Masjidil-Aqsha.
Setelah beberapa hari di Quba Rasulullah Saw.
dan sahabat-sahabat lain yang sudah berkumpul di sana segera melanjutkan
perjalanan menuju Madinah yang sudah di pelupuk mata. Saat masuk ke
Madinah—sebagaimana dalam riwayat Imam Bukhari—beliau mengendarai unta
sementara orang-orang yang menyambutnya berjalan di belakangnya. Sesampainya di
suatu tanah milik dua orang anak yatim yang diasuh oleh As’ad bin Zuroroh.
Kebetulan sebelum kedatangan Rasulullah Saw. As’ad sudah menjadikan tanah itu
sebagai mushalla untuk ia dan teman-temannya melaksanakan shalat
berjamaah. Rasulullah Saw. kemudian memerintahkan untuk membangun masjid di
atas tanah itu. Kemudian beliau
memanggil kedua anak yatim pemilik tanah itu untuk menanyakan harga tanah
tersebut. Kedua anak itu menjawab, “tanah itu kami hibahkan saja wahai
Rasulullah.” Akan tetapi Rasulullah Saw. tidak bersedia menerimanya sehingga
beliau membayarnya dengan harga 10 dinar.
Di atas tanah itu terdapat beberapa pohon
gharqad, kurma, dan beberapa kuburan orang musyrik. Rasulullah Saw. kemudian
memerintahkan untuk membongkar dan memindahkan kuburannya serta menebang
pohon-pohonya. Setelah tanah rata, dibangunlah masjid dengan panjang sekitar
100 hasta dan lebar 100 hasta juga. Masjid ini dibangun dengan menggunakan batu
bata yang biasa digunakan membangun rumah di Madinah saat itu. Dalam
pembangunan ini beliau ikut serta mengangkat batu batanya. Kiblat waktu itu
masih menghadap Baitul Maqdis. Tiangnye terbuat dari batang pohon kurma dan
atapnya dari pelepah kurma. Ketika Rasulullah Saw. ditanya tentang atapnya,
beliau menjawab, “Sebuah tenda sederhana seperti tenda Musa, terbuat dari
kayu-kayu kecil dan anyaman pelepah. Masalahnya kita dituntut untuk segera
menyelesaikannya.” Sementara itu, lantainya hanya berupa timbunan pasir dan
kerikil. (Al-Bûthi, Sirah Nabawiyyah (edisi Ind.), hal. 185-186).
Sejak awal dibangun hingga Rasulullah Saw.
wafat, masjid ini dijadikan sebagai pusat aktivitas umat Islam. Bahkan
Rasulullah Saw. sendiri akhirnya membangun rumahnya dan istri-istrinya
mengelilingi masjid ini hingga seluruh aktivitas beliau selalu melibatkan
masjid yang dibangunnya ini. Dalam berbagai riwayat yang tsiqah masjid
Rasulullah Saw. ini digunakan untuk aktvitas-aktivitas berikut. Pertama, sebagai
tempat beribadah terutama shalat berjamaah. Ini merupakan aktivitas paling
utama yang dilakukan Rasulullah Saw. di mesjid. Dalam ayat Al-Quran maupun
hadis-hadis Nabi terdapat banyak perintah untuk memakmurkan masjid. Makna
memakmurkan yang paling utama dan paling penting adalah menjadkan masjid ini
sebagai tempat beribadah terutama shalat berjamaah 5 waktu; dan ibadah-ibadah mahdhah
lainnya yang layak dilaksanakan di masjid.
Kedua, sebagai tempat bermusyawarah.
Banyak riwayat yang mengisahkan Rasulullah Saw. memusyawarahkan banyak hal
bersama dengan para sahabatnya di masjid. Misalnya, Rasulullah Saw.
merencanakand an merancang berbagai pertempuran seperti Perang Badar, Perang
Uhud, dan Perang Ahzab di mesjid. Belia meminta pandangan dari para sahabatnya
mengenai hal-hal yang harus dilakukannya dalam perang. Tradisi ini kemudian
dilanjutkan oleh Khulafaur-Rasyidin yang empat yang memusyawarahkan hal-hal
strategis bersama dengan tokoh-tokoph senior sahabat di Masjid Nabawi ini.
Ketiga, sebagai tempat belajar dan menuntut
ilmu. Di antara kebiasaan Rasulullah Saw. adalah menyampaikan wahyu dan
pengajaran lainnya selepas shalat di masjid kepada sahabat-sahabatnya. Para
sahabat juga sering menyampaikan pertanyaan-pertanyaan menyangkut berbagai hal
di mesjid. Pada masa itu, masjid merupakan pusat umat Islam menuntut ilmu
berkenaan dengan agama kepada Rasulullah Saw. Bahkan beliau secara khusus
membangun bangunan di samping masjid untuk menampung anak-anak muda yag belajar
kepada beliau secara langsung. Anak-anak muda ini dikena dengan julukan ashâbush-shuffah.
Di antara santri di madrasah ini adalah Abu Hurairah.
Keempat, sebagai tempat singgah dan
berteduh. Pada masa Nabi Saw. banyak yang sengaja datang ke Mekah untuk
berbagai keperluan, terutama banyak yang ingin bertemu dengan Nabi Saw.
Rasulullah Saw. menempatkan mereka di masjid, menyediakan makanan, minuman, dan
pakaian seperlunya. Mereka dijamu sebagai tamu-tamu Allah Swt. Para sahabat
berebut untuk menjamu orang-oarang jauh yang ditampung di masjid Nabi Saw.
Dalam hal ini masjid berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang
yang tidak punya rumah, tidak punya keluarga, juga tidak punya harta untuk
sekedar tinggal beberapa saat di negeri orang. Bila ada utusan-utusan dari raja
atau kabilah tertentu pun oleh Nabi Saw. seringkali diterima di masjid.
Kelima, sebagai “baitul-mâl”. Pada
masa Rasulullah saw. masjid juga difungsikan untuk menerima zakat, baik zakat
fitrah maupun zakat mal, serta kemudian membagikannya kepada musthiqnya. Sebagaimana
diketahui bahwa zakat pada masa Rasulullah Saw. merupakan salah satu instrumen
fiskal yang digunakan untuk menjalankan prorgam-program negara di Madinah.
Karena zakat dipungut dari kaum Muslim sebagai ibadah, maka proses
pengelolaannya semenjak penerimaan hingga alokasi penggunaan dilakukan di
mesjid. Selain zakat, shodaqoh dan wakaf
pun diterima di mesjid juga. Dalam hal ini masjid berfungsi menjadi semacam
lembaga sosial.
Keenam, sebagai tempat latihan militer.
Halaman masjid Nabi Saw. sering dijadikan sebagai tempat latihan berbagai
keterampilan menggunakan senjata pada masa itu seperti memanah, bermain pedang
dan tombak. Kadang-kadang pada hari-hari tertentu diadakan pertunjukan
kemahiran menggunakan berbagai senjata disaksikan oleh banyak orang. Selain
itu, bila ada pengumuman akan dilakukannya perang dan mengajak kaum Muslim
untuk turut serta dalam peperangan tersebut, Rasulullah Saw. melakukannya di
mesjid.
Ketujuh, sebagai tempat mengobati luka-luka
pasukan perang yang terluka. Saat kembali dari pertempuran ke Madinah, biasanya
tentara-tentara yang terluka segera diobati di mesjid. Bila luka-lukanya serius
hingga harus dirawat berhari-hari, maka akan dibuatkan kemah-kemah di depan
masjid. Kadang-kadang bila ada tawanan perang pun oleh Nabi Saw. ditempatkan di
mesjid juga.
Kedelapan, sebagai tempat mengadili perkara
dan menyelesaikan perselisihan. Rasulullah Saw. memilih mesjid untuk dijadikan
tempat untuk mengadili berbagai kasus pelanggaran yang terjadi di Madinah.
Kalau ada yang berselisih pun sering didamaikan di mesjid. Dalam hal ini masjid
dapat berfungsi sebagai pengadilan.
Pada masa Rasulullah Saw. hal-hal di atas bisa
dilakukan secara efektif di masjid karena dimungkinkan belum terlalu kompleks
berbagai urusan yang dihadapi Nabi Saw. Pada masa-masa selanjutnya ketika Islam
semakin berkembang dan urusan umat Islam semakin kompleks tentu saja masjid
tidak bisa difungsikan sepenuhnya seperti pada masa Nabi Saw. Perlu dibuatkan
tempat-tempat yang lebih memadai untuk berbagai aktivitas yang berbeda. Akan
tetapi, hal-hal yang masih bisa dilakukan di masjid tetap dilakukan di sana.
Apa yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. di
mesjid menunjukkan beberapa hal kepada kita. Pertama, aktivitas ibadah
shalat lima waktu merupakan aktivitas utama yang harus dilakukan di mesjid. Kedua,
aktivitas ibadah mahdhah ini tidak boleh dilepaskan dari masalah-masalah
yang terjadi di sekelilingnya. Oleh sebab itu, masalah keilmuan (pengajaran),
sosial, politik, militer, hingga masalah peradilan dan masalah lain yang
mengandung kemaslahatan bagi masyarakat secara umum bukan untuk keuntungan
individu secara asal boleh dilakukan di mesjid. Karena berdagang sifat
maslahatnya hanya untuk kepentingan individual yang sifatnya duniawi, maka
Rasulullah Saw. melarangnya untuk dilakukan di mesjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar