Ahmad
Syahidin, MA
Masalah
Palestina sampai hari ini masih menjadi persoalan umat Islam seluruh dunia.
Bahkan dalam setiap pertemuan negara-negara Islam seluruh dunia, topik ini
selalu menjadi perhatian utama seperti pada KTT OKI beberapa waktu yang lalu di
Jakarta. Hanya saja, walaupun setiap KTT dibicarakan, namun realisasi
pembebasan Palestina dari tangan penjajah Israel dan Amerika hingga saat ini
kelihatannya masih sebatas wacana. Justru yang berjibaku mempertahankan kawasan
ini adalah para pejuang Palestina sendiri.
Sejak
tahun 1987, mereka sudah merancang suatu gerakan perlawanan yang disebut
“Intifadhah”. Intifadhah yang berarti perlawanan dan kebangkitan rakyat dalam
melawan ketidakadilan, kezaliman yang dilakukan tirani penjajah Zionis terhadap
bangsa Palestina, terus bergulir dan semakin besar, baik
intensitas maupun kualitasnya. Intifadhah terakhir adalah
Intifadhah Al-Quds. Hanya saja, jarang sekali pemberitaan mengenai Intifadha
terakhir ini di media masa dunia yang umumnya dikuasasi Yahudi dan pendukung
Yahudi ini, termasuk di Indonesia. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini,
sangat penting umat mengetahui masalah ini sebagai bagian dar kepedulian kepada
masjid Al-Aqsha.
Intifadhah Al-Quds terjadi awal Oktober tahun 2015.
Intifadhah ini dikobarkan sebagai respon atas kebijakan-kebijakan Israel yang semakin
diskriminatif. Mereka juga semakin semena-mena terus menodai kesucian Masjid Al-Aqsha dengan
mengotorinya setiap hari. Ditambah kebijakan
terakhir Israel, yaitu pembagian tempat di Al-Aqsha. Ada tempat-tempat khusus
yang diklaim sebagai hak milik kaum Yahudi seperti gerbang Al-Mugaribah dan
gerbang Silsilah. Ada juga ada pembagian waktu
yang membatasi kaum Muslim dapat berkunjung ke Al-Aqsha. Ada waktu-waktu
khusus untuk kaum Yahudi dan juga ada waktu khusus untuk kaum Muslim. Intifadhah
ini juga meletus di tengah berbagai krisis dan mandegnya perundingan antara
otoritas Palestina dan Israel serta berlanjutnya perpecahan internal di Palestina.
Sejarah Intifadhah
Intifadhah
Al-Quds ini adalah yang ketiga kalinya dalam sejarah Palestina untuk membebaskan diri dari penjahahan Zionis. Sebelumnya, ada Intifadhah
Batu yang dikenal sebagai Intifadhah jilid pertama
yang meletus pada 1987. Intifadhah ini dipicu oleh penabrakan sengaja truk
Israel terhadap sebuah kendaraan Palestina yang ditumpangi buruh
Palestina di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza yang menyebabkan empat
warga Palestina meninggal. Aksi masa dan perlawanan di jalan-jalan
Palestina ini terus berkobar di seluruh wilayah Palestina secara
spontan hingga tahun 1991. Aksi Intifadhah kemudian mereda setelah Kesepakatan
Oslo tahun 1993 digelar antara PLO dan Israel.
Intifadhah
pertama lebih dikenal dengan Intifadhah Batu karena rakyat Palestina, sebagian
besar dari kalangan anak-anak dan pemuda melakukan aksi perlawanan dengan batu.
Mereka menyerang kendaraan militer dan patroli Israel. Selama sekitar lima
tahun Intifadhah ini, sebanyak 1.162 warga Palestina gugur syahid, 241 di
antaranya anak-anak; 90 ribu luka-luka; dan 15 ribu warga ditangkap. Selain
itu, infrastruktur Palestina juga luluh lantak. Sementara di pihak Israel hanya
sekitar 160 warganya yang tewas.
Setelah
Intifadhah Batu berakhir, kemudian muncul Intifadhah Al-Aqsha. Intifadhah ini meletus
pada 28 Desember tahun 2000. Perlawanan rakyat ini dipicu oleh penistaan
terhadap kiblat umat Islam pertama Masjid Al-Aqsha oleh PM Israel Ariel
Sharon. Ariel Sharon merusak dan mengotorinya dengan pengawalan ketat pasukan
militer dan polisi zionis. Perlawanan dan bentrokan kembali berkobar.
Konfrontasi kali ini lebih dahsyat dan berkobar hingga tahun 2005.
Kerugiaan
kedua belah pihak meningkat dibanding Intifadhah sebelumnya. Sebanyak 4412
warga Palestina gugur dan 48.322 luka-luka. Sementara di kalangan Israel
sebanyak 735 tewas, 4500 luka-luka. Akibat kerugian inilah, Israel
akhirnya memutuskan hengkang dan menarik diri dari wilayah Jalur Gaza. Walaupun
jumlah korban dari pihak Israel lebih sedikit, namun secara moral Israel sudah
kalah.
Intifadhah
yang tengah terjadi sekarang ini adalah Intifadhah Al-Quds atau Intifadhah Jilid
III. Perlawanan rakyat ini terjadi sejak 1 Oktober hingga saat ini (22/4/2016).
Intifadhah ini telah mengakhiri mimpi Israel. Penjajah Zionis yang hendak
memanfaatkan situasi krisis di kawasan Timteng dan menurunnya kepedulian
terhadap persoalan Palestina dari negara-negara Arab karena kesibukan
masing-masing negara mengurusi urusan dalam negerinya yang dihantam konflik
internal sebagai efek dari Arab’s Spring.
Mimpi
Israel selama beberapa tahun terakhir ini adalah ingin menerapkan status quo
baru melalui aksi Yahudisasi dan pembangunan pemukiman di Al-Quds. Aksi mereka
dimulai dari rencana pembagian waktu dan tempat di Masjid Al-Aqsha. Selanjutnya
target mereka adalah merobohkan tiang-tiang masjid Al-Aqsha untuk membangun
Kuil Sulaiman sesuai rencana mereka. Dengan mengubah kondisi Al-Aqsha ini,
menurut analis Mesir Yusuf Zaidan akan berdampak pada sikap umat Islam yang
tidak lagi akan menganggap masjid ini sebagai masjid yang terdapat dalam surat
Al-Isra sehingga tak akan menggugah kesadaran umat. Ini akan memudahkan Israel
untuk melancarkan rencananya menguasai seluruh Palestina.
Israel
berusaha mencari alasan untuk meloloskan rencananya dengan mengintensifkan penggerebekan
ke masjid Al-Aqsha. Tahapan rencana Israel di sekitar masjid Al-Aqsha yang
telah direalisasikan hingga saat ini adalah pembangunan infra struktur untuk
warga Yahudi. Kini sudah terbangun 102 sinagog Yahudi. Semuanya di sekitar
masjid Al-Aqsha dan tidak ada sebelum tahun 1967. Perluasan terowongan bawah
masjid kini sudah mencapai 56 galian besar.
Tahap
kedua yang sudah terwujud adalah pembangunan lembaga-lembaga Talmud untuk mengajarkan
kepada warga ekstrim Yahudi bagaimana menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap
pembangunan kuil mitos mereka. Tahap berikutnya adalah menyelesaikan desain
bangunan “yang paling kudus”, yaitu Kuil Sulaiman dan kendil lilin dan letak
lokasinya persis di bawah masjid Al-Asha. Setahap demi setahap mereka terus
akan menghancurkan bangunan masjid dan akan menggantinya dengan Kuil Sulaiman
impian mereka.
Intifadhah
yang hingga saat ini sudah berjalan
selama tujuh bulan tampak terus berkobar dengan penuh percaya diri. Bahkan
sudah tiga kali Menlu Amerika John Kerry berusaha unutk menghentikannya, namun
gagal. Dengan Intifadhah ini tampaknya mimpi Israel benar-benar buyar. Semua
warga Al-Quds bersama Palestina. Mereka siap datang ke masjid Al-Aqsha dan siap
berkorban menghadapi rencana jahat Israel.
Keberhasilan-Keberhasilan
Selama
enam bulan aksi intifadhah Al-Quds,
penjajah Zionis telah menangkap 1899 anak-anak Palestina. Angka ini merupakan
37 persen dari total warga Palestina yang ditangkap selama Intifadhah Al-Quds.
Angka anak-anak yang ditangkap naik 338 persen dibandingkan dengan rentang
waktu yang sama pada tahun sebelumnya. Badan Urusan Tawanan Palestina mengatakan, hingga kini pemerintah Israel
masih menahan 450 anak-anak Palestina yang usianya antara 12-18 tahun, termasuk
16 anak putri, yang paling kecil berusia 12 tahun bernama Dima Alwawi. Gadis
kecil ini ditahan sejak Februari lalu. Anak-anak Palestina yang ditahan
mengalami berbagai bentuk penyiksaan fisik dan psikhis.
Kebanyakan
hukuman yang dijatuhkan pada mereka disertai dengan pembayaran denda yang
sangat besar. Puluhan dari mereka telah dijatuhi hukuman “tahanan rumah”. Jumlah
anak-anak Palestina dari total jumlah penduduk, berdasarkan data dari Pusat
Data dan Statistik Palestina tahun 2015, sekitar 2.165.288 anak, 1.105.663
laki-laki dan 1.059.625 wanita.
Sementara itu, hasil kajian yang dilakukan Pusat Kajian Al-Quds
menyebutkan jumlah warga Palestina yang telah gugur syahid sejak awal Oktober
2015 mencapai 198 orang. Terakhir gugur di Al-Quds dan Salvet. Hasil kajian juga menyampaikan jumlah
syuhada terbanyak berada di kawasan Hebron yang mencapai 53 orang. Menurut
pengamatan di lapangan, jumlah sebanyak itu sudah termasuk 42 anak-anak yang
mencapai 22 % dari jumlah syuhada keseluruhan. Ia juga mengisyaratkan, jumlah tersebut mencakup para syuhada
yang tidak disebutkan namanya atau yang tidak ada di
daftar departemen kesehatan. Di kawan lain, yaitu Al-Quds syuhada sebanyak 44
orang; dan di Gaza mencapai 25 orang; sementara di Ramallah, Al-Birah, dan
Jenin masing-masing 19 orang.
Sementara dari pihak
Zionis menurut catatan Pusat Kajian Al-Quds
berjumlah 27 orang tewas dan 350 orang tewas dalam 77 kali aksi sniper, 77 aksi penikaman, 44 aksi upaya
penikaman dan 19 aksi penabrakan. Jumlah ini cukup mencemaskan
Isarael bila Intifadhah terus berjalan.
Akhir Intifadhah
Menurut Dr. Isham Shawir, Intifadhah
Al-Quds bukan proyek politik sehingga para politisi tidak mungkin memetik
hasilnya. Ini adalah murni kehendak rakyat yang ingin bangkir melakukan perlawanan
terhadap kezhaliman penjajah. Saat ini sudah memasuki bulan ke-7 dan akan berlangsung terus dengan izin Allah
karena tekad rakyat Palestina. Rakyat sudah memutuskan untuk mengubah realita
pahit hidup di bawah penjajah Israel dan carut marutnya perpecahan internal di
kalangan politisi Palestina. Pahlawan-pahlawan kecil dan besar dari bangsa
Palestina adalah bahan bakar Intifadhah yang terus mereka glorakan.
Rakyat
Palestina tidak mau kecolongan ada orang yang memanfaatkan jihad dan
pengorbanan ini untuk kepentingan sesaat. Mereka yang menuntut gencatan senjata
atau menghentikan Intifadhah, dipersilahkan menuntut Israel untuk menghentikan
kejahatan-kejahatannya dalam membangun pemukiman illegal, Yahudisasi, penistaan
Al-Quds dan tempat suci di sana. Silahkan mereka menuntut politisi Palestina
menjamin dan memberikan kehidupan yang layak dan harapan cerah bagi rakyat
Palestina. Jika itu dipenuhi, bisa jadi Intifadhah akan mereda. Jika itu tidak
dipenuhi, kemungkinan Intifadhah Al-Quds ini akan terus bergelora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar