17 Januari 2019

Penjelasan Ungkapan “Ikhtilaafu Ummatie Rahmatun”



Oleh: Deni Solehudin

            Ada ungkapan yang terkenal di kalangan masyarakat dan dinisbatkan kepada Rasulullah Sollallahu ‘alaihi wasallam,
Ungkapan yang dimaksud adalah:
" اِخْتِلَاف أُمَّتِي رَحْمَة ".
“Perbedaan pendapat umatku adalah rahmat”.
Apakah benar ungkapan di atas adalah ucapan Rasulullah Sollallahu ‘alaihi wasallam? dan bagaimana maknanya?
            Untuk mendudukkan pernyataan di atas, kami akan mengkaji dari segi sanad dan matan. Dari segi sanad, Imam An Nawawi mengutip perkataan Al-Khothoby dengan lafal :
قَالَ الْخَطَّابِيُّ : وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : " اِخْتِلَاف أُمَّتِي رَحْمَة " (شرح النووي على مسلم ـ مشكول 6/ 27(
Al-Khotoby mengatakan: “telah diriwayatkan dari Nabi Sollallahu ‘alaihi wasallam…sesungguhnya beliau telah bersabda :”“Perbedaan pendapat umatku adalah rahmat”. (Syarah An Nawawy, 6:27).
            Namun di situ tidak disebutkan sanadnya. Begitu juga Imam As Suyuthy mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Nashr Al Maqdisy dalam kiab Al-Hajjah, Imam Al-Baehaqie dalam kitabnya Ar Risalah Al Asy’ariyah dengan tanpa sanad pula. Al-Hasil, sebagaimana disimpulkan oleh Syaikh Ihsan bin Muhammad bin Ayis al-‘Utaiby dalam Mi’ah min al-Ahadits al-Musytahirah ‘ala Alsinah no. 43. bahwa hadis ini adalah hadis yang maudhu’ (palsu) (lihat pula Al-Asrar al-Marfu’ah 506 dan Tanzih asy-Syari’ah 2/402).
            Sedangkan secara matan, walaupun hadits tersebut banyak dipakai oleh sebagian ulama dengan maksud yang baik yaitu untuk mempersatukan umat. Akan tetapi maksud yang baik tidaklah cukup, dan tidak akan tercapai pada tujuannya kalau dilakukan dengan cara yang tidak benar. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Mas’ud :
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak dapat mencapainya
            Terlebih, hadits di atas bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang shahih.
Allah berfirman :
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,
إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Q.S. Hud: 118-119)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal: 46)
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran : 103)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’ : 59)
                            Kalimat ikhtilaf dalam al-Quran terdapat dalam surat al-Baqarah : 176, al-Baqarah : 213, al-Baqarah : 253, an-Nisa’ : 157, Yunus : 93, an-Nahl : 64, an-Nahl : 124, al-Jatsiyah : 17 merupakan ikhtilaf dalam akidah.
            Dalam satu hadits, Rasulullah Sollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
"Luruskan, jangan bengkok agar hatimu tidak berpecah belah. (H.R. muslim, no. 269).
لَا تَخْتَلِفُوا فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا
"Janganlahkalian berselisih karena orang-orang sebelum kalian berselisih hingga akhirnya mereka binasa". (H.R. Bukhori, no. 2233).
            Berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, orang-orang yang mendapat rahmatlah yang tidak akan berselisih. Persatuan Islam yaitu bersatunya ummat dalam satu rasa, satu usaha, dan satu suara Islam itu adalah rahmat. Sedangkan berbantah-bantahan akan menyebabkan hilangnya dan hancurnya kekuatan Islam.
            Untuk mewujudkan Persatuan Umat, menurut HT. Romly, perlu banyak anasir untuk menegakkannya, salah satunya adalah perlunya kesamaan dalam memahami _"i'tishaambihablillah"_, yaitu berpegang teguh pada Kitaabullah. Keragaman dalam memahami itulah yang disebut _"ikhtilaaf"_, yakni perbedaan pendapat. Berbeda memahami itu bukanlah hal 'aib dalam agama, selama adad-adabnya diperhatikan. Selain Nabi _shallallaahu 'alaihi wasallam_ mengisyaratkan _"Akan banyak perbedaan sepeninggalnya"_, juga lebih awal Kitabullah memberikan bimbingan _"Fain tanaaza'tum fiesyai'in farudduhhu ilallaahi warRasuuli"_, artinya: jika kalian silang pendapat, kembalilah pada Allah dan rasulNya." (Q.S.An- isaa/ 4: 59).
            Kata _"fiesyai'in"_, sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nisa’ : 59, menunjukkan semua perkara besar dan kecil wajib merujuk padanya. Siapa melepaskan keduanya, berarti yang akan masuk adalah hawa nafsu. Demikian Al-Ghaniman menguraikan dalam risalahnya  _Al-Hawaawa Atsaruhu fielKhilaaf_.
            Agar perbedaan _(ikhtilaaf)_ tidak berubah menjadi perpecahan _(iftiraaq)_, sebagaimana dikutip oleh Al Ustadz HT Ramli, para ulama yang hanif memberikan penawar-penawarnya, di antaranya:
1. Hendaknya menghindari prasangka _(zhann)_ dan hawa nafsu dalam menafsirkan sesuatu.
2. Hendaknya menghindari fanatik buta _('ashabiyyatula'maa)_.
3. Hendaknya menghindari sikap berlebihan _(ghuluw)_.
4. Hendaknya mendahulukan dalil nash _(naqli')_  sebelum dalil aqal _('aqli)_.
5. Hendaknya memahami etika berbeda pendapat _(adaabulikhtilaaf)_.
6. Hendaknya menghindari intervensi musuh _(kaiydula'daa)_.
7. Tidak membiasakan debat kusir tanpa ilmu yang membuat permusuhan _(khushuumaat)_.
            Selain itu, perlu dibedakan antara ikhtilaf yang tidak diperbolehkan dan perbedaan pendapat (khilafiyah) yang diperbolehkan. Dalam beberapa kasus, Rasulullah Sollallahu ‘alaihi wasallam“ mentolelir” perbedaan di kalangan para sahabat, seperti perbedaan dalam qiroah (bacaan) Al-Qur’an.
            Para ulama diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa khilaf (perbedaan) itu ada dua macam:   Pertama, Khilaf Tadhod (Yaitu khilaf yang terjadi di dalamnya kontradiksi) seperti masalah menyentuh wanita membatalkan wudhu’ atau tidak, keluarnya darah membatalkan wudhu atau tidak, khomr najis atau bukan. Khilaf seperti ini dikatakan tadhod –yakni khilaf yang saling bertentangan (kontradiksi). Ketahuilah bahwa khilaf seperti ini bisa dipastikan: tidak mungkin semua pendapat benar, karena sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak bertentangan satu dengan lainnya. Untuk perbedaan ini, kewajiban kita adalah berusaha melihat mana yang benar dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, Khilaf tanawu’ (Yaitu perbedaan yang sumbernya adalah keragaman pengamalan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam) misal, perbedaan bacaan doa iftitah, bacaan dzikir ketika sujud, dan bacaan duduk diantara dua sujud. Untuk perbedaan ini, kita diperbolehkan untuk berbeda-beda dalam mempraktekannya.
            Semoga Rabbul 'Aalamien menjadikan kumpulan kaum Muslimien sebagai kumpulan yang mendapatkan rahmatNya (jamaa'atan marhuuman), bukan kumpulan yang mendapatkan kehinaanNya (firaqan madzmuuman). _*Wallaahulmusta'aan ... Aamien*_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar