17 Januari 2019

Tentukan Musuhmu!




Oleh: Tiar Anwar Bachtiar


Mengenali musuh adalah salah satu cara alamiah dan bersifat fitrah untuk mempertegas identitas dan arah perbuatan yang akan dilakukan manusia. Tanpa mengenal “siapa musuh” manusia akan bingung menentukan siapa dirinya. Dia juga bingung tentang apa yang harus dilakukannya. Bahkan kebenaran menjadi absurd tanpa musuh. Mengapa demikian? Salah satu fitrah penciptaan manusia dan alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan: siang-malam, panas-dingin, benar-salah, atas-bawah, dan sebagainya. Oleh sebab ini, maka tidak mengherankan bila dalam kehidupan manusia pun diciptakan hal-hal yang bertentangan (baca: bermusuhan).
Apakah kemudian “permusuhan” ini menjadi baik seperti baiknya siang dan malam, bila permusuhan itu sengaja diciptakan Allah Swt.? Dalam konteks penciptaan keseimbangan, maka pertentangan satu keadaan dengan keadaan lain adalah hal yang normal. Kedua posisi menjadi sama-sama penting dan berarti seperti posisi panas dan dingin yang kedua-duanya adalah baik. Akan tetapi, dalam sekian banyak pertentangan yang diciptakan, Allah Swt. menciptakan pertentangan sebagai alat uji buat manusia, yaitu “baik” dan “buruk” atau “benar’ dan “salah”. Kedua-duanya walaupun selalu akan ada sepanjang manusia hidup, namun Allah Swt. justru mengikutkan pada keduanya akibat-akibat sejak di dunia hingga akhirat yang akibat-akibat itu satunya diinginkan satunya dibenci. Kabaikan dan kebenaran diikuti dengan akibat menyenangkan dan nikmat, terutama “surga”. Sebaliknya; sebaliknya keburukan diikuti dengan akibat menyakitkan, terutama “neraka”.
Tidak ada pertentangan di dunia ini yang dilekatkan dengan balasan hingga akhirat kecuali “benar” dan “salah”. Oleh sebab itu, inilah pokok ujian manusia di dunia. Semua pertentangan yang lain pada hakikatnya hanya akan menjadi media bagi bersemayamnya kebenaran atau kesalahan. Laki-laki dan perempuan pada keduanya bisa beremayam kebaikan atau keburukan. Siang dan malam pada keduanya bisa bersemayan kebaikan atau keburukan. Sehingga yang akan menjadi cerita dalam sejarah manusia bukan pertentangan laki-perempuan, siang-malam, tinggi-rendah, hitam-putih, dan sebagainya; melainkan pertentangan antara benar dan salah.
Allah Swt. mengaitkan kebenaran dengan diri-Nya. Keberan itu berasal dari Tuhanmu, maka janganlah kalian menjadi manusia yang ragu (QS Ali Imran: 60). Sebetulnya dari diri Allah Swt. hanya bersumber kebenaran saja. Tidak ada kesalahan. Sebab semua yang diciptakan Allah Swt. pada hakikatnya adalah “benar” dan “baik”. Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dalam keadaan bathil (sia-sia dan salah).” Kesalahan terjadi ketika kebenaran ditolak dan diabaikan. Bila kebenaran adalah segala yang datang dari Allah Swt., yang berbuat salah adalah yang tidak mau menerima apa yang datang dari Allah Swt.
Misalnya, Allah menciptakan seseorang menjadi laki-laki. Itu adalah kebaikan karena datang dari Allah Swt. seperti itu. Orang yang benar adalah menerima “kelelakiannya”. Akan tetapi, orang yang salah adalah yang menolak dirinya laki-laki lalu berusaha untuk mengubah kelaminnya, perilakunya, penampilannya, dan segalanya agar menjadi “perempuan”. Begitu juga sebaliknya. Allah Swt. juga mendatangkan “wahyu”-Nya. Ini adalah kebenaran. Kesalahan adalah ketika wahyu yang merupakan petunjuk dari Allah Swt. ditolak. Tidak ada ajaran-ajaran lain di luar ajaran Allah Swt. yang tercipta melainkan karena menantang ajaran Allah Swt. Tidak ada agama lain, selain Islam yang diturunkan Allah Swt., melainkan ajaran yang merupakan pengingkaran atas ajaran Allah Swt.
Keadaan ini berbeda dengan misalnya “malam” dan “siang” yang keduanya diciptakan oleh Allah Swt. keduanya akan saling melengkapi dan menyempurnakan kehidupan karena sama-sama bersumber dari Allah Swt. Siang dan malam tidak pernah saling menegasikan dan saling merusak, karena dua-daunya adalah kebaikan, karena datang dari Allah Swt. Sementara benar dan salah tidak akan pernah dapat berjalan seiringan. Keduanya akan saling menegasikan dan saling merusak karena hanya satu yang datang dari Allah Swt., yaitu kebenaran.  
Sementara itu, saat kesalahan terjadi dia sesungguhnya tidak langsung dibuat oleh Allah Swt., melainkan dibuat oleh manusia karena manusia menolak kebenaran. Saat manusia menolak kebenaran yang merupakan sumber kebaikan dan keteraturan kehidupan di dunia ini, maka secara otomatis muncul kesalahan. Oleh sebab itu, kesalahan sesungguhnya datang dari manusia. Allah Swt. hanya menciptakan potensi manusia untuk melakukan kesalahan, yaitu potensi ketidaktaatan pada Allah Swt. Dengan begitu Allah Swt. Maha Suci dari segala kesalahan dan keburukan.
Hal ini berbeda dengan makhluk-makhluk lain yang hanya tunduk pada Allah Swt., tanpa punya potensi melakukan pembangkangan. Oleh sebab itu, tidak terjadi kesalahan dilakukan oleh makhluk-makhluk Allah Swt. yang tidak diuji seperti manusia. Oleh sebab itu, semua yang dilakukan makhluk-makhluk Allah Swt. adalah kebenaran; sebab, mereka tidak punya alternatif memilih dua perbuatan yang bertolak belakang secara nilai seperti manusia.
Bahkan Iblis sekalipun oleh Allah Swt. saat di dunia ini hanya punya satu potensi saja, yaitu melakukan pembangkangan atas kebenaran. Sebagai wujud keadilan Allah Swt., nantinya Iblis pun hanya punya tempat di neraka bersama-sama dengan mereka yang melakukan kesalahan. Sebagai perwujudan “tanzih” (kemahasucian Allah Swt.) atas tidak mungkinnya Allah Swt. melakukan perbuatan buruk, maka Iblis pun mendapatkan vonis atas pebuatannya disebabkan perbuatannya sendiri, yaitu sombong dan durhaka pada perintah Allah Swt. Hanya saja ketika sama-sama diturunkan ke dunia, Iblis tidak punya kemampuan lain selain menjadi sumber dari keburukan dan kesalahan.
Iblis tidak bisa menentang Allah Swt., karena Dialah yang menciptakannya. Hanya saja, karena perbuatan Iblis ini, Allah Swt. mengutuk Iblis menjadi salah satu sumber ujian berat bagi manusia. Iblis oleh Allah Swt. diturunkan ke dunia untuk memengaruhi manusia agar ada manusia yang bernasib sama dengannya, yaitu melakukan kesalahan dengan bersombong dan menolak kebenaran. Apabila ada manusia yang terpengaruh olehnya, maka tempat manusia inipun nanti di Hari Akhirat sama dengannya, yaitu di neraka Jahannam.
Saat manusia dan Iblis sama-sama diturunkan ke dunia, maka dengan tegas Allah Swt. yang sangat menyayangi manusia memberitahukan tentang siapa musuh manusia. Allah Swt. menyatakan bahwa musuh manusia yang nyata bukanlah siapa-siapa, melainkan setan. Sesungguhnya setan, bagian kalian adalah musuh yang nyata. Setan adalah sifat Iblis yang selalu mengajak manusia menolak kebenaran dari Allah Swt. sehingga manusia melakukan kesalahan.
Kalau manusia sejak awal mau mendengar petunjuk Allah Swt. dengan menetapkan “setan” sebagai musuh utamanya, maka dia akan segera dapat menentukan siapa dirinya dan apa yang harus dilakukannya. Apabila manusia tahu bahwa musuhnya adalah setan, maka berarti ia harus melawan apa yang sedang dijalankannya. Setan sedang menjalankan misi abadi sepanjang dunia ada, yaitu memengaruhi manusia agar menolak kebenaran. Musuh pun adalah sesuatu yang harus berkebalikan dengan dirinya. Bila musuh itu setan sebagai sumber keburukan, maka dia harus menjadi sumber kebaikan.
Setan dapat berwujud jin yang tidak terlihat sebangsa dengan Iblis; bisa juga berasal dari manusia yang sudah terpengaruh Iblis. Oleh sebab itu, mengidentifikasi musuh yang bernama “setan” bukan hanya di ruang tak terjamah indra, melainkan juga di sekeliling kita yang kasat mata. Setan itu bisa jadi anak, istri, orang tua, teman, rekan, atasan, seteru, dan sebagainya. Ini juga berguna untuk menentukan dengan siapa di sekitar kita yang harus dimusuhi dan ditemani. Musuh bukan orang yang jauh atau dekat. Musuh bukan orang sekamping atau orang asing. Musuh bukan orang separtai atau beda partai; dan begitu seterusnya. Musuh adalah mereka yang telah menjadi setan. Menjadi setan artinya menjadi manusia-manusia yang membangkan pada petunjuk Allah Swt., membangkang pada kebenaran hingga terjerumus pada kebathilan dan kesalahan. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar