Oleh : Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum.
LGBT adalah singkatan dari “Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender”. Semuanya mengacu kepada
perilaku penyuka sesama jenis. Bukan hanya sebatas penyuka, istilah-istilah di
atas ditujukan secara lebih khusus kepada penyuka sesama jenis yang sudah
mempraktikkan perilaku abnormalnya. “Lesbian” penyuka sesama perempuan, “gay”
penyuka sesama lelaki, “biseksual” penyuka keduanya, dan “transgender” adalah
yang mengubah jenis kelamin aslinya.
Yang menarik dari fenomena LGBT saat ini di Indonesia adalah
keberanian mereka untuk menampakkan diri. Mereka membahasakannya dengan istilah
coming out atau melela sebagai istilah untuk keberanian
menampakkan ke-LGBT-an mereka dan keberanian untuk berjuang agar identitas dan
perilaku mereka diakui sebagai sesuatu yang normal. Padahal, dahulu kalau ada
orang-orang yang berkecenderungan penyuka sesame jenis atau istilah teknisnya
SSA (Same Sex Attraction), mereka cenderung untuk berdiam karena merasa
perilaku mereka abnormal dan harus disembuhkan. Tapi kini SSA sudah
bertransformasi menjadi LGBT yang semakin kemari semakin berani untuk
menampakkan diri.
Kaum LGBT Indonesia berani melakukan hal itu karena terdorong oleh
gerakan yang sama di negara-negara sekuler-atheis lain. Saat ini, gerakan LGBT
dunia telah berhasil melegalkan perkawinan sesama jenis di 22 negara. Negara
terakhir yang melegalkannya adalah Amerika pada tahun 2015 lalu. Fenomena ini
menyebabkan kaum LGBT di Indonesia terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Tidak heran apabila muncul berbagai LSM yang sengaja memperjuangkan dan
melindungi kegemaran kaum Sodom ini seperti Gaya Nusantara, Arus Pelangi, SGRC,
dan sebagainya. Situs-situs yang mengkampanyekan LGBT dalam bahasa Indonesia
juga muncul dalam jumlah yang sangat banyak.
Keberanian mereka tentu tidak terlepas dari doktrin Hak Asasi
Manusia (HAM) yang mereka jadikan “kitab suci” untuk memperjuangkan
kenyelenehan hidup mereka. HAM jadi senjata ampuh yang mereka bawa ke mana-mana
untuk meminta perlindungan dan pengakuan. Oleh sebab itu, wajar bila yang
menjadi penyokong dan pelindung mereka saat ini adalah LSM-LSM HAM seperti YLBHI,
Setara Institute, PUSHAM, dan lainnya. Mereka juga mendompleng Komnas HAM untuk
menjadi kendaraan gerakan mereka. Ke mana-mana organisasi plat merah ini sering
mereka jadikan acuan untuk mendapatkan legalisasi atas kenistaan perilaku
mereka.
Kehancuran Generasi
di Depan Mata
Dalil-dalil dalam Al-Quran maupun Sunnah mengenai keharaman
perilaku ini sudah sangat jelas. Bahkan bukan hanya Islam, semua agama yang ada
di Indonesia pada prinsipnya tidak ada yang setuju dengan perilaku kaum LGBT
ini dan dianggap sebagai penyimpangan. Dalam Al-Quran, di antaranya kita dapat
membaca surat Al-A’raf ayat 80-84. Ayat itu sangat jelas menolak dan
mengharamkan perilaku menyimpang ini. Akan tetapi, bagi kaum LGBT ayat-ayat
Allah Swt. dan ujaran-ujaran dalam agama sudah mereka tolak sejak awal,
sehingga mereka sudah tidak mempan lagi dengan ayat. Bahkan bagi mereka, agama
dan kaum agamawan adalah musuh pertama yang harus mereka singkirkan. Karena
kebebalan mereka terhadap peringatan-peringatan Allah Swt., maka sudah hampir
bisa dipastikan bahwa bahaya besar mengancam, bukan hanya bagi kehidupan mereka
tetapi juga bagi kehidupan kita semua. Di antara bahaya yang terang mengancam
di depan mata antara lain sebagai berikut.
Pertama, bahaya ancaman
kesehatan. Dalam berbagai riset tentang penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh
hubungan sex, para penyuka sesama jenis paling rentan terhadap berbagai
penyakit kelamin seperti HIV/AIDS, sefilis, hepatitis, dan infeksi chlamdya.
Selain penyakit kelamin, Pusat Penelitian Kanker di Inggris menemukan bahwa
homoseksual lebih rentan terkena kanker. Dari penelitian yang dilakukan selama
tahun 2001, 2003, dan 2005 diketahui bahwa pada penderita kanker terdapat 1.493
pria dan 918 wanita yang mengaku gay dan lesbian; sementara 1.116 wanita yang
lain mengaku biseksual. Mudahnya para pasangan homo ini terkena kanker
disebabkan virus HPV (human papilloma virus) yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Virus ini menyerang anus (kanker anal) karena pasangan gay
sering melakukan hubungan seks melalui anus. Selain menyerang anus, juga
menyerang mulut (kanker mulut) karena pasangan sodomi juga sering menggunakan
mulutnya untuk melakukan hubungan seksual.
Seiring dengan semakin banyaknya komunitas LGBT di Indonesia dan
keberanian mereka yang semakin tinggi, angka-angka penyakit di atas tidak
pernah turun. Justru trennya terus naik. Pada pasangan yang normal
(heteroseksual), kasus-kasus penyakit di atas, terutama HIV/AIDS umumnya hanya
terjadi pada mereka yang sering melakukan praktik perzinaan. Sementara yang
menikah secara sah tidak pernah ditemukan menderita penyakit-penyakit di atas,
kecuali karena ditulari oleh pasangannya yang sering berzina. Pada kasus LGBT
tidak ada istilah “seks aman”. Semuanya beresiko, walaupun mereka “resmi kawin”
seperti di negara-negara yang melegalkan perkawinan sesama jenis. Bila LGBT
yang cenderung menular ini terus berkembang ancaman penyakit serius di atas akan
semakin meluas.
Kedua, rusaknya
keturunan. Di antara tujuan pernikahan adalah lahirnya generasi-generasi
manusia baru yang akan melanjutkan kehidupan di muka bumi ini. Dalam syariat
tujuan ini disebut hifzh al-nasl. Pasangan-pasangan LGBT hampir bisa
dipastikan tidak akan pernah melahirkan keturunan. Melegalkan dan mengakui LGBT
sama saja dengan suka rela menghancurkan masa depan dunia ini. Jangankan
pasangan LGBT, pasangan zina saja sudah pasti merusak keturunan. Pasangan zina
memang bisa menghasilkan keturunan, tapi keturunan yang lahir dari pasangan
zina hampir sulit ditemukan yang hidup secara normal dengan menampakkan
prestasi hebat. Apalagi LGBT yang secara sengaja membunuh generasi. Perilaku
ini sama sekali bukan HAM, melainkan suatu tindak “kejahatan kemanusiaan” terhadap
keberlangsungan umat manusia di masa yang akan datang. Melegalkan LGBT sama saja
dengan melegalkan suatu pembunuhan terencana dan pembersihan etnis (etnic
cleansing).
Ketiga, psikopat dan
ancaman kriminalitas keji. Saat ini media tengah ramai memberitakan kasus pembunuhan
terhadap Wayan Mirna Salihin. Pembunuhan ini diduga sangat kuat dilakukan oleh
pasangan lesbiannya, Jessica. Beberapa tahun yang lalu di Jombang juga
ditemukan pembunuhan sadis terhadap banyak orang yang dilakukan oleh seorang
pria homo bernama Ryan terhadap pasangan homonya. Sebelumnya sempat mencuat
juga kasus Robot Gedek yang menyodomi puluhan anak-anak kecil; bahkan
sebagiannya ada yang disiksa hingga tewas. Itu hanya sebagian kecil cerita yang
sempat terekspose media. Di luar itu tentu juga jumlah kasus serupa cukup
banyak. Kaum homo memang sangat rentan menjadi psikopat yang bisa membunuh
korbannya dengan sangat kejam. Faktor homo-nya yang merupakan penyakit
memungkinkannya terpapar penyakit psikologis lain yang lebih mengerikan, yaitu
psikopat.
Tolak LGBT!
Para aktivis yang menangani masalah dunia “homo” ini biasanya
membedakan SSA (penyuka sesama jenis) dengan LGBT. Orang yang suka pada sesama
jenis selalu ada, walaupun ini bukan kondisi normal, melainkan penyakit yang
harus disembuhkan. Kondisi ini sering disebut SSA saja. Mereka bisa menjadi
suka dengan sejenisnya atau bertindak menyerupai lawan jenisnya (mukhannitsât
atau mutarajjilât) karena ada bawaan genetikal dan ada juga yang
disebabkan faktor lingkungan. Keduanya adalah kondisi “sakit”. Oleh sebab itu,
tindakan pertama kepada orang-orang yang berpotensi menjadi penyuka sesama
jenis ini adalah mendampinginya dan memberikan bimbingan agar mereka kembali
pada kodratnya. Dalam kasus-kasus konseling terhadap penyakit “homo” ini sangat
efektif bila melibatkan agama. Mereka yang taat menjalankan ibadah dan memiliki
kesadaran agama yang tinggi akan lebih mudah disembuhkan. Ini akan menjadi ladang
dakwah khusus bagi lembaga-lembaga dan aktivis-aktivis dakwah.
Ketika orang-orang “homo” ini tidak menyadari bahwa itu penyakit,
bahkan mereka berusaha untuk coming out, menampakkan diri untuk diakui
sebagai manusia “normal”, tanpa penyakit SSA ini sudah berubah menjadi LGBT. Gerakan
LGBT inilah yang sekarang tengah marak di sekitar kita dan berusaha sekuat
tenaga untuk mendapat legalisasi dari negara. Terhadap gerakan LGBT inilah kita
harus merapatkan barisan untuk menolaknya. Secara pribadi mereka semua adalah
objek dakwah, tetapi gerakan mereka adalah suatu “gerakan kriminal” terstruktur
yang harus mendapat perhatian serius dari semua kalangan.
Sudah saatnya gerakan-gerakan Islam dan gerakan-gerakan masyarakat
lain yang memiliki kepedulian terhadap masa depan umat manusia untuk melihat
gerakan LGBT ini sebagai masalah serius yang akan mengancam masa depan kita
semua. Kalau tidak segera dicegah dan dihentikan, maka jangan salahkan
siapa-siapa bila kerusakan masyarakat akan semakin menjadi-jadi. Kita semua
harus mencegah mereka menularkan penyakit yang mereka idap; kita kampanyekan
bahwa homo itu penyakit; kita cegah sekecil apapun celah untuk melegalisasi
keberadaan mereka sebelum semuanya tidak bisa dikendalikan lagi. Wallâhu
A’lam.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus