Tanggal 19 dan 20 April 2017 menjadi momen
yang membahagiaan sekaligus mengecewakan. Momen bahagianya adalah kemenangan
pasangan Muslim Anis Baswedan dan Sandiaga Uno atas pasangan Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) yang non-Muslim dan Djarot Saeful Hidayat dalam pemilihan
gubernur DKI putaran kedua. Kemenangan ini merupakan harapan seluruh umat
Islam, bukan hanya warga DKI, tapi seluruh Indonesia. Selain karena Jakarta
merupakan sentral-nya Indonesia, isu kontroversial Ahok telah menjadi
pengetahuan seluruh masyarakat Indonesia. Ahok telah dianggap menista agama
Islam saat berceramah di Kepulauan Seribu bulan Oktober 2016 lalu. Inilah yang
kemudian mengundang reaksi umat Islam seluruh Indonesia hingga mendorong umat
Islam datang ke Jakarta untuk demonstrasi pada 4 November 2016 (Aksi 411) dan
kemudian puncaknya lebih dari 7 juta orang datang ke Monas pada 2 Desember 2016
(Aksi 212). Oleh sebab itu, di berbagai penjuru Indonesia seluruh umat Islam
mendoakan kemenangan pasangan Muslim dan kekalahan Ahok. Allah Swt. akhirnya
berkenan mengabulkan do’a kaum Muslim ini. Tentu ini sangat menggembirakan.
Akan tetapi, kegembiraan ini hanya bertahan
semalam. Keesokan harinya umat Islam yang telah datang berbondong-bondong untuk
menyampaikan aspirasinya ke Jakarta dengan susah payah dan mengikuti
persidangan Ahok setiap pekannya harus kecewa. Pasalnya Jaksa Penuntut Umum
(JPU) hanya meminta Ahok dihukum 1 tahun
dengan masa percobaan 2 tahun. Ini maknanya, Ahok tidak akan ditahan, kecuali
jika dalam dua tahun ia melakukan tindakan yang sama. Bila itu terjadi, Ahok
akan langsung dipenjara tanpa persidangan. Jelas ini semacam “dagelan
peradilan” untuk membebaskan Ahok dari bui. Padahal, pada awal tuntutan dengan
jelas JPU mendakwa Ahok melanggar KUHP Pasal 156a yang dakwaannya minimal 5
tahun penjara. Namun, setelah persidangan yang jelas banyak memberatkan Ahok,
JPU malah berubah. Umat Islam amat kecewa atas keputusan ini.
Dua situasi yang terjadi hanya dalam selang
waktu yang tidak terlalu lama ini menyisakan catatan tersendiri bagi umat
Islam. Catatan ini harus menjadi kewaspadaan bagi umat untuk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan perubahan angin politik di masa yang akan datang.
Catatan pertama, dominasi kekuatan pem-back up Ahok masih sangat
kuat. Selama Ahok maju menjadi calon gubernur di Jakarta, ada dua partai utama
yang mengusungnya: PDIP dan Nasdem. Kedua partai ini juga merupakan partai
penguasa. Kedua partai yang tengah berkuasa ini sekuat tenaga menyelamatkan dan
melindungi Ahok dari berbagai ancaman politik dan hukum. Walaupun tidak
disampaikan terang-terangan, tapi gerak-gerik politik perlindungan para
panguasa terhadap Ahok ini terlihat terlalu jelas. Hanya suara rakyat yang
tidak bisa dibungkam oleh kekuatan ini, yaitu kemenangan pemilihan langsung
tanggal 19 April yang lalu dan gelombang-gelombang demonstrasi besar yang tidak
bisa dicegah penguasa.
Situasi ini kemudian menyebabkan muncul
kekhawatiran kedua, yaitu sulitnya pasangan pemenang untuk menjadi
penyalur aspirasi umat Islam. Benar bahwa di belakang Anis-Sandi bukan hanya
suara umat Islam yang mendukungnya, tapi juga ada kekuatan-kekuatan lain. Akan
tetapi, faktor dorongan umat Islam sejak aksi 411 hingga 212 menjadi faktor
penentu utama kemenangan pasangan ini. Belum lagi, barisan umat Islam dari
berbagai kalangan seperti partai Islam (PKS), jamaah para Habaib, seluruh ormas
Islam kecuali yang mendukung Ahok, dan masjid-masjid se DKI Jakarta bergerak
secara signifikan ikut mendongkrak suara Anis. Fakta ini tidak bisa ditampik.
Kalau boleh berandai-andai, tanpa dukungan penuh umat Islam yang tanpa bayaran
ini, sulit bagi Anis-Sandi untuk mengungguli pengaruh petahana yang sudah cukup
dominan di DKI ini. Hanya saja, ada kekhawatiran lain bahwa suara-suara umat
Islam akan terabaikan. Kenapa demikian?
Walaupun kekuatan penguasa dan para
Taipan-Kapitalis ada di kubu Ahok-Djarot, namun siapapun tahu bahwa pengaruh
mereka di kubu Anis-Sandi juga tidak kecil. Misalnya, bisnis Sandiaga Uno di
Saratoga tidak sepenuhnya miliknya sendiri. Ada Saham James Riyadi yang juga
dikekenal sebagai pendukung Jokowi dan Ahok. Bukan tidak mustahil bila dengan
mudah Taipan ini akan segera ikut mengatur kebijakan-kebijakan gubernur baru
nantinya. Ini hanya contoh kecil saja. Kekuatan-kekuatan bisnis yang tidak
terlihat oleh publik bisa jadi lebih banyak lagi. Dalam berbagai kasus,
kepentingan umat Islam pada khususnya dan rakya pada umumnya, akan sangat mudah
dijegal oleh kepentingan-kepentingan sesaat para Taipan. Juga tidak mustahil
terjadi deal-deal tertentu dengan penguasa yang menyebabkan kepentingan umat
dan rakyat tersandra.
Apa sebetulnya kepentingan dan aspirasi umat
Islam, terutama di Jakarta? Kepentingan umat Islam yang paling utama di Ibu
Kota seperti terdengar dalam berbagai aksi yang dilancarkan adalah pertama, kepemimpinan
di Jakarta harus mendengarkan suara dan pertimbangan dari para ulama yang
selama ini diabaikan. Para ulama berkepentingan untuk menjaga akidah, akhlak,
dan ibadah umat. Selama beberapa waktu belakangan ini, walaupun tidak
benar-benar terhalangi, namun sudah ada kesan-kesan dari umat Islam bahwa
kebebasan menjalankan ibadah umat Islam terbelenggu. Kedua, umat Islam
berharap bahwa kepemimpinan di Jakarta ini dapat memberikan ruang gerak ekonomi
yang luas kepada umat Islam dan rakyat kecil pada umumnya. Selama ini
kepemimpinan Jakarta lebih berpihak kepada kaum kapitalis. Rakyat yang sebagian
besar adalah umat Islam hanya memamah remah-remah ekonomi Jakarta sambil
menyaksikan keserakahan para kapitalis. Kepemimpinan Muslim ini menjadi tumpuan
harapan umat Islam agar bisa menjadi jembatan tumbuhnya kekuatan ekonomi umat
melalui program-programnya yang merakyat.
Ketiga, umat Islam berharap diskriminasi
terhadap sebagian kelompok umat Islam dengan istilah-istilah yang tidak pada
tempatnya seperti melabelkan istilah “radikal” dan “teroris” dapat dihilangkan.
Umat Islam mengharapkan kehidupan yang harmonis dengan berbagai kelompok tanpa
prasangka dan stigma-stigma negatif. Keempat, umat Islam mengharapkan
Jakarta yang merupakan etalase Indonesia menjadi pusat promosi budaya Islam.
Islam yang tumbuh di Indonesia selama ini adalah Islam yang damai dan toleran.
Hanya saja, karena provokasi dari pihak-pihak luar yang menginginkan umat Islam
bersikap keras, akhirnya muncul kesan menakutkan dari Islam. Padahal, sejatinya
Islam sendiri merupakan agama yang sangat mendorong kedamaian. Harus ada
pendekatan kebudayaan yang serius dilakukan oleh gubernur Muslim Jakarta untuk
mempromosikan Islam dan Jakarta dijadikan etalasenya.
Akankah kekhawatiran tidak akan terpenuhinya aspirasi
umat Islam benar-benar terjadi? Kekhawatiran ini bisa saja terjadi, bila
gubernur terpilih memang sejak awal sudah tersandera dengan berbagai
kepentingan kekuasaan dan modal yang menelikungnya. Oleh sebab itu, tugas utama
umat Islam adalah mendorong partai-partai Islam pengusung untuk secara serius
menjadi pengawal gubernur baru ini. Jangan sampai kekuatan partai Islam yang
diharapkan menjadi penyambung lidah umat ini malah ikut terbawa arus oligarkhi
kekuasaan yang merugikan umat Islam.
Tugas berikutnya adalah agar para ulama tetap
konsisten menjadi corong umat menyuarakan keadilan dan kebenaran. Walaupun
mungkin saja para ulama memliki kans untuk dengan penguasa baru ini, jangan
sampai kedekatan ini dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat; kepentingan pribadi
dan kelompok. Bila ulama terjebak dalam lingkaran ini, maka umat akan sangat
terluka dan kecewa. Sebab, dalam situasi kekuasaan yang sulit mendapat simpati
dan kepercayaan publik ini satu-satunya harapan umat ada di pundak para ulama. Para
ulama hendaklah tetap pada posisinya seperti semula. Tambahan tugasnya hanyalah
semakin intensif memberi masukan dan nasihat kepada penguasa baru yang turut
diperjuangkan oleh mereka sejak awal pencalonan.
Kita sebagai umat juga tetap tidak boleh
lengah. Kita perhatikan terus apa yang terjadi di Jakarta. Jangan terbuai
dengan kemenangan 19 April; sebab 20 April saja sudah memberi sinyal kepada
umat Islam bahwa perjuangan 411 dan 212 belum selesai sampai kemenangan
Anis-Sandi. Kemenangan Anis-Sandi hanya satu langkah yang belum tentu aman
untuk selanjutnya. Setelah ini tantangan bagi umat Islam masih sangat berat.
Sebab yang dihadapi bukan hanya kekuatan guberbur non-Muslim, melainkan satu
kekuatan besar bertaraf global yang menginginkan umat Islam lemah.
Mudah-mudahan Allah Swt. terus menurunkan pertolongan-Nya menghadapi berbagai
tangangan perjuangan umat Islam. Wallâhu A’lam.
Ditulis oleh Tim Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar