11 Juni 2017

Pilgub DKI dan Tuntutan atas Sang Penista


Tanggal 19 dan 20 April 2017 menjadi momen yang membahagiaan sekaligus mengecewakan. Momen bahagianya adalah kemenangan pasangan Muslim Anis Baswedan dan Sandiaga Uno atas pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang non-Muslim dan Djarot Saeful Hidayat dalam pemilihan gubernur DKI putaran kedua. Kemenangan ini merupakan harapan seluruh umat Islam, bukan hanya warga DKI, tapi seluruh Indonesia. Selain karena Jakarta merupakan sentral-nya Indonesia, isu kontroversial Ahok telah menjadi pengetahuan seluruh masyarakat Indonesia. Ahok telah dianggap menista agama Islam saat berceramah di Kepulauan Seribu bulan Oktober 2016 lalu. Inilah yang kemudian mengundang reaksi umat Islam seluruh Indonesia hingga mendorong umat Islam datang ke Jakarta untuk demonstrasi pada 4 November 2016 (Aksi 411) dan kemudian puncaknya lebih dari 7 juta orang datang ke Monas pada 2 Desember 2016 (Aksi 212). Oleh sebab itu, di berbagai penjuru Indonesia seluruh umat Islam mendoakan kemenangan pasangan Muslim dan kekalahan Ahok. Allah Swt. akhirnya berkenan mengabulkan do’a kaum Muslim ini. Tentu ini sangat menggembirakan.
Akan tetapi, kegembiraan ini hanya bertahan semalam. Keesokan harinya umat Islam yang telah datang berbondong-bondong untuk menyampaikan aspirasinya ke Jakarta dengan susah payah dan mengikuti persidangan Ahok setiap pekannya harus kecewa. Pasalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU)  hanya meminta Ahok dihukum 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Ini maknanya, Ahok tidak akan ditahan, kecuali jika dalam dua tahun ia melakukan tindakan yang sama. Bila itu terjadi, Ahok akan langsung dipenjara tanpa persidangan. Jelas ini semacam “dagelan peradilan” untuk membebaskan Ahok dari bui. Padahal, pada awal tuntutan dengan jelas JPU mendakwa Ahok melanggar KUHP Pasal 156a yang dakwaannya minimal 5 tahun penjara. Namun, setelah persidangan yang jelas banyak memberatkan Ahok, JPU malah berubah. Umat Islam amat kecewa atas keputusan ini.
Dua situasi yang terjadi hanya dalam selang waktu yang tidak terlalu lama ini menyisakan catatan tersendiri bagi umat Islam. Catatan ini harus menjadi kewaspadaan bagi umat untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan perubahan angin politik di masa yang akan datang. Catatan pertama, dominasi kekuatan pem-back up Ahok masih sangat kuat. Selama Ahok maju menjadi calon gubernur di Jakarta, ada dua partai utama yang mengusungnya: PDIP dan Nasdem. Kedua partai ini juga merupakan partai penguasa. Kedua partai yang tengah berkuasa ini sekuat tenaga menyelamatkan dan melindungi Ahok dari berbagai ancaman politik dan hukum. Walaupun tidak disampaikan terang-terangan, tapi gerak-gerik politik perlindungan para panguasa terhadap Ahok ini terlihat terlalu jelas. Hanya suara rakyat yang tidak bisa dibungkam oleh kekuatan ini, yaitu kemenangan pemilihan langsung tanggal 19 April yang lalu dan gelombang-gelombang demonstrasi besar yang tidak bisa dicegah penguasa.
Situasi ini kemudian menyebabkan muncul kekhawatiran kedua, yaitu sulitnya pasangan pemenang untuk menjadi penyalur aspirasi umat Islam. Benar bahwa di belakang Anis-Sandi bukan hanya suara umat Islam yang mendukungnya, tapi juga ada kekuatan-kekuatan lain. Akan tetapi, faktor dorongan umat Islam sejak aksi 411 hingga 212 menjadi faktor penentu utama kemenangan pasangan ini. Belum lagi, barisan umat Islam dari berbagai kalangan seperti partai Islam (PKS), jamaah para Habaib, seluruh ormas Islam kecuali yang mendukung Ahok, dan masjid-masjid se DKI Jakarta bergerak secara signifikan ikut mendongkrak suara Anis. Fakta ini tidak bisa ditampik. Kalau boleh berandai-andai, tanpa dukungan penuh umat Islam yang tanpa bayaran ini, sulit bagi Anis-Sandi untuk mengungguli pengaruh petahana yang sudah cukup dominan di DKI ini. Hanya saja, ada kekhawatiran lain bahwa suara-suara umat Islam akan terabaikan. Kenapa demikian?
Walaupun kekuatan penguasa dan para Taipan-Kapitalis ada di kubu Ahok-Djarot, namun siapapun tahu bahwa pengaruh mereka di kubu Anis-Sandi juga tidak kecil. Misalnya, bisnis Sandiaga Uno di Saratoga tidak sepenuhnya miliknya sendiri. Ada Saham James Riyadi yang juga dikekenal sebagai pendukung Jokowi dan Ahok. Bukan tidak mustahil bila dengan mudah Taipan ini akan segera ikut mengatur kebijakan-kebijakan gubernur baru nantinya. Ini hanya contoh kecil saja. Kekuatan-kekuatan bisnis yang tidak terlihat oleh publik bisa jadi lebih banyak lagi. Dalam berbagai kasus, kepentingan umat Islam pada khususnya dan rakya pada umumnya, akan sangat mudah dijegal oleh kepentingan-kepentingan sesaat para Taipan. Juga tidak mustahil terjadi deal-deal tertentu dengan penguasa yang menyebabkan kepentingan umat dan rakyat tersandra.
Apa sebetulnya kepentingan dan aspirasi umat Islam, terutama di Jakarta? Kepentingan umat Islam yang paling utama di Ibu Kota seperti terdengar dalam berbagai aksi yang dilancarkan adalah pertama, kepemimpinan di Jakarta harus mendengarkan suara dan pertimbangan dari para ulama yang selama ini diabaikan. Para ulama berkepentingan untuk menjaga akidah, akhlak, dan ibadah umat. Selama beberapa waktu belakangan ini, walaupun tidak benar-benar terhalangi, namun sudah ada kesan-kesan dari umat Islam bahwa kebebasan menjalankan ibadah umat Islam terbelenggu. Kedua, umat Islam berharap bahwa kepemimpinan di Jakarta ini dapat memberikan ruang gerak ekonomi yang luas kepada umat Islam dan rakyat kecil pada umumnya. Selama ini kepemimpinan Jakarta lebih berpihak kepada kaum kapitalis. Rakyat yang sebagian besar adalah umat Islam hanya memamah remah-remah ekonomi Jakarta sambil menyaksikan keserakahan para kapitalis. Kepemimpinan Muslim ini menjadi tumpuan harapan umat Islam agar bisa menjadi jembatan tumbuhnya kekuatan ekonomi umat melalui program-programnya yang merakyat.
Ketiga, umat Islam berharap diskriminasi terhadap sebagian kelompok umat Islam dengan istilah-istilah yang tidak pada tempatnya seperti melabelkan istilah “radikal” dan “teroris” dapat dihilangkan. Umat Islam mengharapkan kehidupan yang harmonis dengan berbagai kelompok tanpa prasangka dan stigma-stigma negatif. Keempat, umat Islam mengharapkan Jakarta yang merupakan etalase Indonesia menjadi pusat promosi budaya Islam. Islam yang tumbuh di Indonesia selama ini adalah Islam yang damai dan toleran. Hanya saja, karena provokasi dari pihak-pihak luar yang menginginkan umat Islam bersikap keras, akhirnya muncul kesan menakutkan dari Islam. Padahal, sejatinya Islam sendiri merupakan agama yang sangat mendorong kedamaian. Harus ada pendekatan kebudayaan yang serius dilakukan oleh gubernur Muslim Jakarta untuk mempromosikan Islam dan Jakarta dijadikan etalasenya.
Akankah kekhawatiran tidak akan terpenuhinya aspirasi umat Islam benar-benar terjadi? Kekhawatiran ini bisa saja terjadi, bila gubernur terpilih memang sejak awal sudah tersandera dengan berbagai kepentingan kekuasaan dan modal yang menelikungnya. Oleh sebab itu, tugas utama umat Islam adalah mendorong partai-partai Islam pengusung untuk secara serius menjadi pengawal gubernur baru ini. Jangan sampai kekuatan partai Islam yang diharapkan menjadi penyambung lidah umat ini malah ikut terbawa arus oligarkhi kekuasaan yang merugikan umat Islam.
Tugas berikutnya adalah agar para ulama tetap konsisten menjadi corong umat menyuarakan keadilan dan kebenaran. Walaupun mungkin saja para ulama memliki kans untuk dengan penguasa baru ini, jangan sampai kedekatan ini dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat; kepentingan pribadi dan kelompok. Bila ulama terjebak dalam lingkaran ini, maka umat akan sangat terluka dan kecewa. Sebab, dalam situasi kekuasaan yang sulit mendapat simpati dan kepercayaan publik ini satu-satunya harapan umat ada di pundak para ulama. Para ulama hendaklah tetap pada posisinya seperti semula. Tambahan tugasnya hanyalah semakin intensif memberi masukan dan nasihat kepada penguasa baru yang turut diperjuangkan oleh mereka sejak awal pencalonan.
Kita sebagai umat juga tetap tidak boleh lengah. Kita perhatikan terus apa yang terjadi di Jakarta. Jangan terbuai dengan kemenangan 19 April; sebab 20 April saja sudah memberi sinyal kepada umat Islam bahwa perjuangan 411 dan 212 belum selesai sampai kemenangan Anis-Sandi. Kemenangan Anis-Sandi hanya satu langkah yang belum tentu aman untuk selanjutnya. Setelah ini tantangan bagi umat Islam masih sangat berat. Sebab yang dihadapi bukan hanya kekuatan guberbur non-Muslim, melainkan satu kekuatan besar bertaraf global yang menginginkan umat Islam lemah. Mudah-mudahan Allah Swt. terus menurunkan pertolongan-Nya menghadapi berbagai tangangan perjuangan umat Islam. Wallâhu A’lam.

Ditulis oleh Tim Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar