Oleh: Dr. Jeje Zainudin
Dalam Al-Quran bentuk ritual qurban
diceritakan dalam tiga kisah. Pertama, disebutkan dalam kisah peristiwa
perselisihan dua anak Adam, yang menurut para mufassir, nama mereka adalah
Qabil dan Habil. Perselisihan mereka konon disebabkan rasa iri hati Qobil atas
Habil ketika Habil dijodohkan oleh ayahnya dengan calon istri yang cantik, yang
tiada lain adalah kembaran Qobil. Untuk meredam rasa irinya itu Nabi Adam
memerintahkan mereka berqurban sebagai pembuktian di hadapan Allah siapa di
antara mereka berdua yang paling layak menikahi perempuan itu. Sebagai
peternak, Habil mempersembahkan qurban seekor domba yang besar dan gemuk,
sementara Qabil mempersembahkan qurban berupa hasil-hasil tanaman yang kurang
baik. Ternyata Allah Swt. hanya menerima qurban Habil dan tidak menerima qurban
Qabil. Dengan demikian, Habil berhak menikahi adik Qobil. Qobil tidak puas
dengan kenyataan itu. Ia menyimpan dendam kepada Habil yang kemudian berakhir
dengan membunuhnya secara kejam. Al-Quran mengabadikan peristiwa ini dalam
surat Al-Maidah ayat 27.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ
بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ
مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah
seorang di antara keduanya (Habil) dan tidak diterima dari yang lainnya
(Qobil). Qobil berkata, “Aku pasti akan membunuhmu!” Habil menjawab,
“Sesungguhnya Allah hanya menerima qurban dari orang-orang yang bertakwa.”
Pada kisah tersebut tergambar bahwa Habil
adalah orang sholeh yang mempersembahkan qurbannya dengan tulus-ikhlas hingga
diterima dengan baik oleh Allah Swt. Sementara itu, Qobil berkurban dengan
motivasi yang buruk sehingga qurbannya tertolak. Tapi tragisnya, Habil yang
sholeh itu justru menjadi korban pembunuhan Qobil yang berhati dengki.
Kedua, qurban disebutkan dalam kisah ujian
Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim. Ibrahim diperintahkan menyembelih Ismail, anak
kesayangannya, sebagai persembahan qurban. Setelah melewati proses perjuangan
berat melawan keraguan hati yang bersumber dari kecintaan pada anak yang diidam-idamkannya
sejak lama, gangguan Iblis, dan segala pertimbangan duniawi lainnya, akhirnya
Ibrahim dengan kepasrahan yang tulus melaksanakan perintah itu. Allah memang
hanya ingin menguji keikhlasan Ibrahim hingga kemudian ketika Ibrahim telah
benar-benar akan menyembelih anaknya, Allah Swt. menggantinya dengan seekor
domba yang besar dan gemuk. Konon peristiwa ini terjadi pada tanggal 10
Dzulhijjah hinggga kemudian dipilih sebagai hari raya penyembelihan (Idul
Adha). Berikut penuturan Al-Quran atas peristiwa di atas dalam surat
Ash-Shâffât ayat 102-109.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ
يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين،َ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ
الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ
الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ سَلَامٌ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama
Ibrahim, Ibrahim berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah olehmu apa pendapatmu.” Ia menjawab,
“Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang Allah Swt. perintahkan kepadamu, Insya
Allah, engkau akan mendapapatiku termasuk orang yang sabar. Tatkala keduanya
telah beserah diri, Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipisnya,
(nyatalah kesabaran keduanya), kami panggil dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberikan
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar satu
ujian yang nyata. Dan Kami tebus dia dengan seekor sembelihan yang besar. Kami
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang
datang kemudian, (yaitu), “kesejahteraan dilimpahkan bagi Ibrahim.”
Ketiga, berqurban disebutkan dalam konteks
mensyukuri nikmat Allah Swt. yang telah menghidupkan dan mengembangbiakkan
berbagai macam hewan ternak untuk keperluan sembelihan dan angkutan manusia.
Disebutkan hal ini dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 36-37 berikut.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ
شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا
وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ
لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِين
“Dan telah Kami jadikan unta-unta itu sebagian dari syiar Allah
Swt. kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama
Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaann berdiri. Kemudian apabila telah
roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan berikanlah orang yang rela dengan
apa yang ada padanya (yang miskin tapi tidak minta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging dan darah unta itu sekali-kali
tidak akan dapat mencapai (keridhoan) Allah. Tetapi ketakwaan darimulah yang
dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu suapaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepadamu. Dan berikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Dari ketiga konteks ayat-ayat qurban di atas,
meskipun ditampilkan dalam kasus yang berbeda, namun dipersatukan oleh tujuan
dan esensi yang sama, yaitu bahwa qurban adalah simbol dari ketundukan,
pengabdian, dan rasa syukur seorang hamba kepada Rabbnya. Oleh karena itu,
ketulusan dan keikhlasan niat merupakan syarat batiniyah paling utama untuk
dapat diterimanya qurban oleh Allah Swt. manusia sering didominasi oleh
sifat-sifat hewaniyah: egois, rakus, dendam, dan hedonistis. Sifat-sifat buruk
tersebut selama ada pada hewan, tiadak akan mengancam kelestarian alam dan
keharmonisan dunia. Akan tetapi, jika sifat-sifat tersebut telah menjadi
prilaku manusia, bukan hanya keberlangsungan generasi manusia yang terancam,
tapi seluruh alam dan penghuninya akn menjadi qurban.
Kisah Qabil yang membunuh Habil adalah contoh
yang paling nyata betapa sifat hasud, iri dengki, dan dendam telah
meporak-porandakan ikatan persaudaraan yang sangat kuat sekalipun. Itu artinya
bahwa siapapun yang berqurban, ia sedang belajar mengorbankan kepentingan-kepentingan
hawa nafsunya demi meraih kebahagiaan abadi, kebahagiaan Ilahi. Yang berqurban
juga tidak hanya menyembelih hewan kesukaannya, melainkan sedang belajar
menyembelih nafsu-nafsu hewaniyah yang banyak bersarang dalam jiwanya. Orang
yang berqurban adalah mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan memotong
sifat-sifat hewaniah rendah yang melekat dalam jiwanya bersamaan dengan
memotong hewan qurban yang dipersembahkannya untuk Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar